Jumat 17 Jan 2020 17:24 WIB

Kecerdikan Umar bin Khatab dalam Penentuan Ibu Kota Mesir

Umar bin Khatab memperhatikan faktor SDM bangsa Arab yang bukan pelaut.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Suasana kawasan Benteng Qaitbay yang terletak di tepi laut Mediterania, Kota Alexandria, Mesir.   (Republika/Agung Supriyanto)
Suasana kawasan Benteng Qaitbay yang terletak di tepi laut Mediterania, Kota Alexandria, Mesir. (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Usai bangsa Arab berhasil menaklukkan Kota Alexandria yang penuh dengan keindahan tata kota, nyatanya kota tersebut tak lantas dijadikan Ibu Kota Mesir kala itu. 

Alexandria memang menagumkan. Betapa tidak? Kota tersebut terdiri dari tembok pagar kota yang kuat, peninggalan-peninggalan sejarah yang indah, seperti Menara Alexandria yang merupakan salah satu dari sekian banyak keajaiban kuno, dan bermacam-macam fasilitas. Penaklukkan Kota Alexandria menjadi salah satu penanda penting dalam sejarah Islam pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. 

Baca Juga

Dalam buku Sejarah Bangsa Mesir karya Sayyid Abdul Aziz Salim dan Sahr as-Sayyid Abdul Aziz Salim dijelaskan, para sejarawan Arab menyebutkan bahwa Amr bin Ash ketika melihat segala fasilitas dan rumah-rumah kosong pascapenakhlukkan kota tersebut, dia berencana untuk menempatinya bersama kaumnya. Dia pun berencaa untuk menjadikan Kota Alexandria sebagai ibu kota Mesir kala itu. 

Bukan tanpa alasan, keinginan Amr bin Ash dilandasi dengan tersedianya bangunan-bangunan yang mencukupi. Sebab ada kemungkinan membangun kota baru bagi bansa Arab pada masa-masa itu akan membutuhkan biaya serta usaha yang cukup besar. 

Maka, Amr bin Ash segera bersurat kepada khalifah Umar bin Khattab untuk meminta izin atas hal tersebut. Dalam suratnya, Amr menyebutkan redaksi: "Tempat tinggal-tempat tinggal yang tersedia dan telah mencukupi kami." 

Rencana Amr bin Ash untuk menjadikan Alexandria sebagai ibu kota memang hal yang normal. Terlebih, bangsa Arab yang baru saja menaklukkan kota itu tak memiliki kesiapan berlebih untuk membangun kota baru, sedangkan Kota Alexandria yang ditinggal penghuni lamanya, menyisakan banyak bangunan megah nan-indah.  

Sebagaimana diketahui, Alexandria adalah kota utama di Mesir sejak didirikan Alexander hingga kemudian ditakhlukkan bangsa Arab. Kota tersebut terdiri dari pasar-pasar, bangunan yang megah, serta dibekali dengan letak geografis yang strategis.  

Namun begitu, ketika surat Amr bin Ash telah dibaca Umar bin Khattab, beliau mencoba mempertimbangkan usulan Amr. Sayyidina Umar bin bertanya pada utusan Amr bin Ash: "Apakah antara diriku dan kaum Muslimin dihalangi air?,"  utusan itu pun menjawab: "Ya."  

Kemudian, Umar bin Khattab menulis surat kepadanya agar memilih tempat lain yang tidak memisahkannya dengan air. Baik pada musim panas maupun pada musim dingin. Sayyidina Umar juga menulis surat yang semakna ini kepada Sa'ad bin Abi Waqash di Madain Kisra dan kepada gubernurnya di Bashrah.  

Mendapat jawaban dari Sayyidina Umar, Amr bin Ash lantas segera berpindah dari Alexandria menuju Fusthat. Menurut para penulis buku, Umar memiliki tujuan di balik perintahnya bahwa ibu kota harus di lokasi yang aman yang tidak berbatasan langsung dengan laut atau sungai.  

photo
Sudut Kota Alexandria, Mesir

Ibu kota harus di lokasi yang mudah dicapai tanpa melewati air tawar maupun air dingin. Beliau secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa ibu kota Mesir nantinya bukanlah pelabuhan laut. 

Sedangkan diketahui, Alexandria merupakan kota pelabuhan laut dan membutuhkan kemampuan serta keahlian di bidang kelautan jika ingin menjadikannya ibu kota.  

Bangsa Ptolamaic, Romawi, dan Byzantium merupakan orang-orang yang memiliki pengetahuan di bidang kelautan dan prinsip pelayaran. Sehingga mereka tidak takut menjadikan pangkalan-pangkalan di pantai. Adapun bangsa Arab (kala itu), mereka kehilangan segala hubungan dengan laut dan belum memiliki keahlian yang berkaitan dengan kelautan dan pelayaran.  

Pertimbangan Umar pun berlandaskan fakta. Misalnya, bisa jadi akibat kegagalan ekspedisi laut Alqamah bin Mijzar al-Mudlaji menuju Habasyah tahun 20 Hijriyah, menjadikan landasan kuat kota Alexandria tak dijadikan ibu kota. 

Kemudian, Amr bin Ash mendapat petunjuk untuk memilih Fusthat sebagai ibu kota yang layak. Adapun Fusthat terletak di tengah-tengah antara Delta dan Sha'id. Dari situlah dapat dilakukan pengawasan terhadap Mesir bagian atas dan bagian bawah. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement