REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Berbohong bisa menjadi sebuah jalan pintas seseorang dalam memperoleh keuntungan pribadi seperti harta, kedudukan, pangkat, ataupun posisi strategis di masyarakat.
Diceritakan Amru Khalid dalam bukunya yang berjudul Semua Akhlak Nabi, seperti kisah Abu Jahal, mayoritas dari mereka beranggapan bahwa Abu Jahal berbohong kepada Nabi SAW karena Abu Jahal beranggapan bahwa Rasulullah SAW adalah seorang pembohong. Padahal, dia mengetahui bahwa Nabi SAW merupakan orang yang dapat dipercaya.
Suatu ketika, Nabi menjumpai Abu Jahal bersama seorang temannya. Kemudian, beliau Saw mengajaknya masuk Islam. Lalu Abu Jahal menjawab, “Wahai Muhammad, engkau pembohong, aku tidak percaya kepadamu.”
Saat itu, Nabi SAW bersedih, kemudian pergi meninggalkan Abu Jahal dan temannya itu. Lalu, Abu Jahal berkata pada temannya. “Sesungguhnya saya tahu dia adalah orang yang dapat dipercaya, akan tetapi ada faktor yang mengganjal untukku untuk beriman kepada,” jelas Abu Jahal.
Abu Jahal menambahkan, bahwa kabilahnya dengan kabilah Nabi SAW ibarat kuda pacuan. Mereka mengatakan, ‘Kami punya ini’ dan kabilah kami pun menjawab ‘Kami juga punya ini’.
Sampai mereka mengatakan, “Kami mempunyai seorang Nabi.” Maka, kabilah Abu Jahal punya apa? Dari situlah kita bisa mengambil hikmah, bahwa begitulah sifat Abu Jahal yang suka mencari keuntungan pribadi.
Tentu, sifatnya berbohong bukan hanya membohongi orang, melainkan menjelaskan sifat culasnya Abu Jahal untuk memperoleh suatu kedudukan di mata orang lain. Semoga kita bukan termasuk orang yang demikian. Aamiin. Wallahu’alam bii shawab.