REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menyebut Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) sebagai unit eselon I dengan layanan publik terbanyak di kementeriannya. Jumlahnya mencapai 97 layanan.
Ditjen AHU juga merupakan garda terdepan dalam usaha peningkatan peringkat EODB baik secara langsung maupun tidak langsung. Terutama dalam layanan pendirian badan usaha, jaminan fidusia, pendaftaran kurator dan penunjukan kurator negara dalam menangani kepailitan.
“Ditjen AHU juga memiliki peran besar dalam mendukung penyusunan RUU Cipta Lapangan Kerja dan kemudahan berusaha dalam bentuk omnibus law. Khususnya dalam klaster kemudahan berusaha dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil (UMK), yaitu pembentukan badan usaha pedesaan (Bundes) dan badan hukum perseorangan,” kata Yasonna saat membuka Rapat Kerja Evaluasi Kinerja dan Anggaran Program Administrasi Hukum Umum di Yogyakarta., Kamis (17/1).
Yasonna mengatakan, peningkatan peringkat EODB dan penyusunan RUU Cipta bisa membuka keran investasi baik dari luar maupun dalam negeri. Peningkatan tersebut bisadilakukan melalui berbagai cara. Di antaranya seperti penyederhanaan alur pengesahan PT, peningkatan validitas produk hukum melalui digital signature yang tersertifikasi dan penyederhanaan proses legalisasi dokumen publik melalui aksesi Konvensi Apostille.
“Kita juga dapat mempertimbangkan untuk mengadopsi model law yang akan mendukung penyusunan RUU Cipta Lapangan Kerja. Seperti UNCITRAL model law terkait secured transactions, small micro enterprises (SMEs) dan cross border insolvency,” ujarnya.
Dia menjelaskan peningkatan intensitas arus investasi di Indonesia merupakan hal penting, namun peningkatan tersebut juga harus dibarengi dengan usaha ensuring security agar Indonesia tidak dimanfaatkan oleh para pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Pendanaan Terorisme (TPPT). Salah satunya dengan menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF).
“Dalam waktu dekat ini tim assessor MER FATF akan melaksanakan on site visit. Untuk itu, Ditjen AHU perlu mempersiapkan diri untuk memenuhi rekomendasi FATF yang diimplementasikan dalam 46 rencana aksi,” tegas Yasonna.
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Cahyo R Muzhar mengatakan kegiatan ini tidak hanya sekadar menjadi forum untuk merefleksikan kinerja Ditjen AHU selama tahun anggaran 2019, melainkan juga akan dimanfaatkan sebagai sarana pertukaran ide dan gagasan untuk menyusun Action Plan Ditjen AHU Tahun Anggaran 2020. Penyusunan action plan tersebut bertujuan untuk memastikan agar seluruh sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan optimal termasuk peningkatan kemampuan ASN.
"Diharapkan dengan adanya keterlibatan seluruh pihak dalam kegiatan Rapat Kerja ini, sinergitas pelaksanaan Program AHU di tahun 2020 dapat semakin meningkat, sehingga setiap program kerja dapat dilaksanakan dengan lebih efektif, efisien dan strategis dalam mencapai tujuan dalam hal ini, termasuk pembentukan JFT kurator keperdataan, JFT PPNS, JFT Notariat, dan JFT Fidusia" ujarnya.