Jumat 17 Jan 2020 23:44 WIB

OJK Terus Dorong Merger BPR di Jawa Timur

Upaya merger BPR perlu dilakukan demi mencapai modal inti minimal Rp 6 miliar di 2024

BPR, ilustrasi
BPR, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 4 Jatim terus mendorong merger dan konsolidasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di wilayah itu sebagai upaya penyehatan perbankan. Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 4 Jatim Heru Cahyono mengatakan, dalam upaya penyehatan BPR, OJK terlebih dahulu menilai mana action plan yang cocok dilakukan oleh bank.

"Ada bank yang memilih menambahkan modal inti dari investor, ada juga yang memilih bergabung dengan bank lain. Kalau modalnya kuat, maka kondisi bank akan lebih bagus,” kata Heru, kepada wartawan, Jumat (17/1).

Heru mengatakan, upaya penyehatan bank tak hanya pada BPR, namun juga di keberadaan bank umum."Konsolidasi dan merger BPR yang terus kami dorong sejak beberapa tahun terakhir membuat jumlah bank semakin berkurang," katanya.

Pada posisi Desember 2017, kata dia, jumlah BPR dan BPR Syariah (BPRS) di Jatim tercatat sebanyak 339, kemudian pada Desember 2019 angka tersebut menyusut menjadi 321.

Ia mengatakan, upaya penyehatan bank sesuai dengan Peraturan OJK (POJK) Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR. Yakni, BPR harus mempunyai modal inti minimal Rp 6 miliar pada tahun 2024.

Pemenuhan modal itu dilakukan secara bertahap, dan BPR harus memiliki modal inti minimal Rp 3 miliar lebih dulu per 31 Desember 2019, kemudian, modal inti tersebut harus terus ditingkatkan hingga menjadi Rp 6 miliar pada 2024.

Akibat aturan itu, kata Heru, tahun 2019 ada dua bank yang dilikuidasi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yakni BPRS Jabal Tsur di Kabupaten Pasuruan dan BPR Panca Dana di Kota Batu.

Menurut Heru, bank-bank yang ditutup ini mengalami kesulitan keuangan, dan ada juga yang mengalami fraud internal sehingga kerugian bank turut mengurangi rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR). "Kami sudah kasih waktu untuk menyelesaikan masalahnya. Tetapi calon investornya batal masuk dan enggak jelas juga sumber dananya, jadi ditutup banknya," katanya.

Namun, tahun 2019 juga ada satu bank baru yang beroperasi, yakni BPRS Kabupaten Ngawi.

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan BPR Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto mengatakan, merger maupun konsolidasi adalah hal yang biasa dalam bisnis bank. "Itu hak masing-masing anggota. Yang penting banknya harus sehat dan mampu bersaing ke depan," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement