REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Standard and Poor (S&P) Global Ratings dalam laporannya Islamic Finance Outlook 2020 memproyeksikan keuangan syariah global akan tumbuh lima persen pada 2020. Nilai tersebut melemah dari kondisi biasanya terutama karena imbas pelemahan pasar utama industri.
Laporan menyebutkan pertumbuhan akan disumbang oleh tiga faktor utama yakni fintech, sukuk, dan standardisasi. Dilansir Bonds&Loans, sejumlah negara Islam akan mencari sumber-sumber likuiditas dari negara dengan pasar keuangan syariah yang berkembang.
Indonesia menjadi negara dengan likuiditas mumpuni dan bisa jadi incaran negara lain, seperti Turki. S&P menyinggung Bank Indonesia yang meluncurkan sukuk sebagai alat likuid.
"Turki dapat menjadi debitur utama karena ia mencari pendanaan dari berbagai sumber yang memungkinkan," kata laporan tersebut.
Selain itu, imbal hasil dari penerbit instrumen syariah di Arab Saudi dan Qatar diproyeksikan akan menjadi penyumbang utama pertumbuhan pasar keuangan syariah. Standardisasi yang sedang diterapkan pun akan meningkatkan pertumbuhan industri.
Bagi penerbit, standardisasi inklusif ini artinya akan memudahkan dan mengefisienkan waktu sebelum menawarkannya di pasar. Idealnya, penerbit akan menyiapkan dokumen standar legal, menambahkan underlying asset, dan meluncurkannya ke pasar.
"Prosesnya akan sama seperti menerbitkan obligasi konvensional, dari waktu, tenaga, dan harganya," katanya, beberapa waktu lalu.
Sementara itu keberadaan fintech akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi syariah dari segi kecepatan dan kemudahan transaksi. Misal, penggunaan Blockchain akan menurunkan risiko keamanan transaksi dan pencurian identitas.
Teknologi ini dapat meningkatkan pelacakan underlying asset, cashflow, dan investor yang terlibat dalam transaksi. Namun dampak terukur dari fintech masih perlu dikaji lebih jauh.
"Kita percaya fintech akan membawa pengaruh signifikan pada perbankan syariah dan rating sukuk dalam dua tahun kedepan," katanya.
Bank syariah akan mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan memilih kolaborasi. Ini jelas lebih menguntungkan karena bisa menurunkan biaya. Regulator juga akan tetap menjaga lingkungan pertumbuhan perbankan untuk menjaga stabilitas sistem perbankan.
S&P menyarankan industri untuk menggunakan teknologi Blockchain dalam managemen operasional. Tidak hanya pada ranah kolaborasi tapi juga penerbitan sukuk yang tidak akan mengubah substansi legal dari transaksi.