REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Lebih dari seribu bank, manajer aset, perusahaan pembayaran dan perusahaan asuransi Uni Eropa (UE) berencana membuka kantor di Inggris pasca-Brexit. Rencana ini dilakukan agar mereka tetap dapat melayani klien Inggris, menurut konsultan regulasi Bovill pada Senin (20/1).
Kantor dan staf baru di Inggris membantu perusahaan UE untuk mengurangi potensi kehilangan bisnis dan klien. Sebab, akses bebas dan langsung antara UE dengan Inggris akan berakhir pada Desember, setelah periode transisi Brexit usai.
Sebagai langkah pertama, perusahaan UE mengajukan izin sementara untuk beroperasi di Inggris setelah 31 Januari. Diketahui, mulai Februari, Inggris resmi meninggalkan UE setelah parlemen Inggris akhirnya menyetujui Brexit pada Kamis (9/1). Saat ini, perusahaan UE masih dapat melayani pelanggan Inggris dari basis mereka masing-masing.
Perusahaan konsultan asal London, Bovill, menggunakan data dari Financial Conduct Authority Inggris. "Angka-angka ini jelas menunjukkan, banyak perusahaan melihat Inggris sebagai pusat layanan keuangan utama Eropa," tutur seorang konsultan di Bovill, Michael Johnson, seperti dilansir di Reuters, Senin.
Dari ribuan perusahaan, sebanyak 228 di antaranya merupakan perusahaan dari Irlandia. Mereka mengajukan izin sementara untuk tetap bisa melayani klien Inggris sampai mendapatkan otoriasai penuh untuk hub Inggris baru. Diketahui, Dublin dengan Inggris merupakan dua negara dengan ikatan kuat untuk hubungan bisnis asuransi dan manajer aset.
Selain Irlandia, perusahaan dari Prancis, Siprus dan Jerman juga mengajukan masing-masing 170, 165 dan 149 izin sementara. "Secara praktis, angka-angka ini menunjukkan, perusahaan-perusahaan Eropa akanmembeli ruang kantor, merekrut staf dan melibatkan penasihat hukum dan profesional di Inggris," kata Bovill.
Sementara itu, menurut survei terbaru dari New Financial, lebih dari 300 perusahaan keuangan di Inggris juga telah membuka hub UE untuk terus melayani klien di blok UE setelah Brexit.
Sebelumnya, pada Kamis lalu, parlemen Inggris menyetujui Brexit dan membuka jalan bagi Inggris untuk menjadi negara pertama yang meninggalkan UE. Dengan persetujuan itu, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson siap untuk membawa Inggris keluar dari UE pada 31 Januari, mundur sekitar 10 bulan dari jadwal semula.