REPUBLIKA.CO.ID, BOYOLALI -- Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kabupaten Boyolali melakukan berbagai upaya, termasuk vaksinasi pada ribuan ekor hewan ternak terutama sapi dan kambing. Vaksinasi dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran penyakit antraks.
Kepala Disnakan Bambang Purwadi mengatakan, soal penyakit antraks pada ternak sapi sudah dikendalikan secara intesif. Boyolali merupakan daerah endenik penyakit ternak yang dapat menular kepada manusia itu.
"Boyolali yang jelas pada 2011 pernah terjadi kejadian luar biasa (KLB) antraks di salah satu kecamatannya. Namun, penyakit antraks di Boyolali sejak 2011 hingga sekarang tidak ada lagi," kata Bambang, Selasa (21/1).
Hal tersebut, kata dia, karena pihaknya selalu melakukan pengambilan sampel tanah di daerah endemik antraks. Pengambilan sampel tanah tempat bekas mengubur ternak sapi yang mati diduga terjangkit antraks di daerah endemik juga dilakukan.
Bahkan, Disnakan Boyolali selalu memberikan vaksin antraks kepada ternak sapi dan kambing rata-rata setiap tahun bisa mencapai 3.000 ekor hingga 6.000 ekor terutama di daerah endemik atau pernah terjangkit antraks.
"Hal ini, sangat membantu mengantisipasi penyebaran penyakit antraks di Boyolali. Namun, Boyolali hingga sekarang masih aman penyakit antraks," katanya.
Selain itu,antisipasi penyakit antraks juga dilakukan dengan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE), kepada para peternak, pedagang yang memasukkan ternak dari luar Boyolali. Para pedagang ini, sudah mendapat sosialisasi, dan terutama jalur lalu lintas perdagangan ternak di daerah-daerah endemik antraks terus diwaspadai.
Pemkab Boyolali juga menyediakan dana khusus untuk mengganti hewan ternak yang mati mendadak,terutama sapi dan kambing dengan memberikan bantuan sosial. Ternak yang diduga terjangkit penyakit antraks tidak boleh dijual, bisa menyebarkan penyakit ke hewan-hewan lain, apalagi ke manusia.
"Ternak mati mendadak itu, harus dikubur dan diambil sampelnya untuk dikirim laboratorium untuk memastikan apakah terjangkit antraks atau tidak," katanya.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan Disnakan Kabupaten Boyolali dokter hewan Aviany Rifdania menambahkan Boyolali sejak 2018 telah meluncurkan program Sistem Informasi dan Monitoring Sapi (Simapi) sebagai salah satu mengantisipasi penyebaran penyakit ternak.
"Progran Simapi merupakan sebuah sistem informasi monitoring menggunakan eartag QR code, hingga 2019 telah dilaksanakan 6.000 ekor sapi yang tersebar 22 kecamatan di Boyolali. Setiap ekor sapi ada kodenya yang ditempelkan di anting-anting sapi," katanya.
Ia awalnya kesulitan untuk pendeteksian penyakit ternak, karena individu penanggulangan penyakit agak susah. Namun, adanya simapi ini, memudahkan dalam pendeteksi penyakit dan bisa secara rinci. Penyakit ternak sapi bisa menular ke manusia, sehingga dengan program Simapi ini, merasa dimudahkan dalam hal penanggulangan dan penanganan penyakit.
"Program simapi diharapkan ke depan lebih membantu masyarakat terutama yang pertama dari sisi hewannya, dan gampang terdeteksi serta mudah dengan handphone android," katanya.
Pada Simapi tersebut, ada identitas dan foto pemilik ternak. Simapi ini, seperti kartu tandan penduduk (KTP) untuk ternak sapi, ada foto pemilik dan sapinya.
"Kami program Simapi hingga 2021 sudah menganggarkan untuk sapi sebanyak 10 ribu ekor. Hal ini, mengingat populasi ternak sapi di Boyolali hingga sekarang sangat besar, yakni mencapai 180 ribu ekor," katanya.