REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Polri, Brigjen Raden Prabowo Argo Yuwoni memastikan Harun Masiku tidak berada di rumah istrinya di Gowa, Sulawesi Selatan. Caleg PDIP itu menjadi tersangka dan buron dalam kasus dugaan suap proses pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR terpilih.
Argo mengatakan, informasi itu diketahui setelah petugas polsek setempat melakukan pengecekan ke rumah istri Harun Masiku. "Anggota polsek sudah di sana. Yang bersangkutan belum terlihat ada di sana," ujar Brigjen Argo Yuwono di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (21/1).
Argo melanjutkan, Polri telah menerima surat permohonan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pencarian terhadap Harun langsung dilakukan. Menurutnya, hingga kini belum dapat dipastikan politikus PDIP itu berada di Indonesia. Namun, ia menegaskan Polri bekerja maksimal mengejar Harun Masiku.
"Polri sudah menerima surat. Polri membantu mencari yang bersangkutan ada di mana. Intinya membantu penyidik KPK mencari keberadaan pelaku," ujar Argo.
Harun diduga tidak berada di Indonesia. Berdasarkan catatan Ditjen imigrasi, Harun Masiku terlacak berada di Singapura sejak 6 Januari 2020. Harun diduga telah memberikan sejumlah uang untuk anggota KPU, Wahyu Setiawan untuk memuluskan pergantian anggota DPR RI melalui mekanisme pergantian antar-waktu (PAW). Upaya itu dibantu oleh mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina dan seorang kader partai berlambang banteng yakni Saeful Bahri.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum seluruh pihak agar tidak menyembunyikan dan melindungi Harun Masiku. Politikus PDIP itu merupakan tersangka kasus suap proses Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024 itu sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Bidang Penindakan, Ali Fikri menyatakan bakal menggunakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kepada mereka yang menyembunyikan Harun. "Sangat memungkinkan (diterapkan Pasal 21) bagi siapapun di dalam proses penyidikan dan penuntutan yang menghalangi kerja-kerja dari penyidikan maupun penuntutan," kata Ali saat dikonformasi, Selasa (21/1).
KPK, sambung Ali, masih meminta agar Harun kooperatif. Karena hal itu akan menjadi hal pertimbangan untuk meringankan hukuman. "Tentunya siapapun yang tidak kooperatif akan dipertimbangkan menjadi alasan yang memberatkan," ujar Ali.