REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Perusahaan raksasa pertambangan BHP Group mengatakan, Selasa (21/1), kualitas udara buruk akibat asap dari kebakaran hutan Australia mengganggu produksi batu bara. Sementara itu, pihak berwenang memperingatkan bahaya kebakaran bisa muncul lagi dalam beberapa hari ini.
Pernyataan yang dikeluarkan oleh perusahaan tambang terbesar itu menggarisbawahi betapa kebakaran hutan yang, tidak biasanya berlangsung lama dan telah menghanguskan lahan sepertiga luas Jerman, itu merusak Australia, negara ekonomi terbesar ke-14 dunia.
"Asap dari kebakaran hutan regional dan debu telah menurunkan kualitas udara pada operasi-operasi kami, yang telah berdampak pada produksi Desember 2019," kata BHP. Perusahaan itu mengacu pernyataannya pada tambang batu bara di Negara Bagian New South Wales, tempat ratusan titik kebakaran terjadi.
"Jika kualitas udara terus memburuk, operasi bisa semakin terkendala pada semester kedua tahun ini," tambahnya.
Kebakaran di Australia sejak September telah menewaskan 29 orang dan jutaan hewan, juga menghancurkan lebih dari 2.500 rumah dan meratakan hutan belantara seluas 11 juta hektare.
Gangguan akibat kebakaran telah meluas ke ibu kota, Canberra, serta dua kota terbesar Australia, yakni Sydney dan Melbourne. Kota-kota tersebut telah berkali-kali diselimuti asap tebal hingga menjadikan tingkat kualitas udara di sana sebagai yang terburuk di dunia.
Pekan lalu, seorang atlet tenis pingsan pada babak kualifikasi turnamen Australian Open di Melbourne karena menghirup asap kebakaran hutan. Kendati demikian, turnamen tetap dilangsungkan di tengah kondisi cuaca sedang.
Badan Meteorologi Australia meramalkan peningkatan suhu di Negara Bagian Victoria pada Rabu. Peningkatan suhu itu dilaporkan akan diiringi dengan angin kencang sehingga menimbulkan kemungkinan baru kebakaran hutan.
Dinas Kebakaran Pedesaan New South Wales pada Selasa mengeluarkan peringatan bahaya besar kebakaran di pantai selatan negara bagian itu.