Selasa 21 Jan 2020 20:52 WIB

WNI Diculik Abu Sayyaf, Indonesia Cari Solusi Jangka Panjang

Indonesia mencari solusi jangka panjang untuk mengatasi kasus penculikan WNI

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bayu Hermawan
Menko Polhukam Mahfud MD
Foto: Republika/Mimi Kartika
Menko Polhukam Mahfud MD

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, Indonesia ingin mencari penyelesaian masalah jangka panjang terkait kasus penculikan yang dilakukan kelompok teroris Abu Sayyaf. Menurutnya, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI sudah menjalin komunikasi dengan Filipina dan Malaysia terkait hal tersebut.

"Kemenlu juga sudah melakukan kontak-kontak itu dengan Filipina dan Malaysia. Tapi kita sebenarnya sedang berpikir penyelesaian yang jangka panjang bukan kasus per kasus begitu," ujar Mahfud di kantornya, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (21/1).

Baca Juga

Mahfud menuturkan, tidak tertutup kemungkinan operasi, patroli, atau penyergapan bersama-sama dengan kedua negara tersebut kembali dilakukan. Tapi, hal tersebut masih baru akan dibicarakan lebih lanjut. Saat ini, proses pengintaian terhadap kelompok teroris itu masih terus dilakukan.

"Kita masih bicarakanlah langkah-langkahnya karena kita ingin menyelesaikan bukan sekedar yang lima itu karena sudah terjadi berkali-kali kan? Nanti yang lima selesai, capek kita ada lagi ada lagi," katanya.

Di samping itu, peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan, Filipina, Malaysia, dan Indonesia perlu duduk bersama membahas persoalan tersebut. Pemerintah Indonesia, kata dia, perlu mendorong pemerintah Malaysia untuk lebih serius menjaga perairannya.

"Tantangannya sekarang bagaimana mempersempit ruang gerak kelompok Abu Sayyaf ini dan bagaimana menekan pemerintah Malaysia untuk lebih serius menjaga perairannya," kata Khairul, Senin (20/1).

Khairul mengatakan, kelompok Abu Sayyaf kini bukan lagi sekadar gerombolan pengacau keamanan Filipina. Operasinya sudah menyangkut tiga negara sekaligus, yakni Filipina sebagai basis, Malaysia sebagai area operasi, dan Indonesia sebagai negara yang warganya menjadi target operasi.

Menurutnya, aksi berulang di area dan dengan modus operandi yang kurang lebih sama harus menjadi pijakan dalam pembicaraan trilateral. Khairul merasa yakin hal tersebut sudah dilakukan, tapi ia mempertanyakan komitmen ketiga negara soal itu. Ia menilai, akan percuma patroli banyak dilakukan jika salah satu pihak kendor.

"Apakah semua kesepakatan dan komitmen trilateral sudah berjalan on the right track? Dan lagi-lagi jika dilihat, Malaysia menjadi yang terlemah peranannya," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement