Rabu 22 Jan 2020 06:44 WIB

Kerugian Tanaman Akibat Banjir Lebak Capai Rp 8 Miliar

Kepala Distanbun Lebak menyatakan kerugian tanaman akibat banjir mencapai Rp 8 M

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Seorang warga melihat kerusakan akibat banjir bandang di Kampung Somang, Lebak, Banten, Rabu (15/1/2020). Kepala Distanbun Lebak menyatakan kerugian tanaman akibat banjir mencapai Rp 8 M. Ilustrasi.
Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Seorang warga melihat kerusakan akibat banjir bandang di Kampung Somang, Lebak, Banten, Rabu (15/1/2020). Kepala Distanbun Lebak menyatakan kerugian tanaman akibat banjir mencapai Rp 8 M. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Kabupaten Lebak Dede Supriatna mengatakan kerugian dari tanaman rusak dan gagal panen akibat banjir bandang dan longsor menembus Rp 8 miliar. Akibatnya pendapatan ekonomi petani ikut terancam.

"Kerugian terbesar adalah tanaman padi dan prasarana pertanian yang mengalami kerusakan setelah diterjang banjir luapan Sungai Ciberang," kata Dede Supriatna di Lebak, Selasa.

Baca Juga

Kerusakan lahan pertanian itu kebanyakan tanaman padi yang rata-rata usia tanam antara 10 sampai 15 hari setelah tanam (HST). Selain itu ada juga kerusakan jaringan irigasi, pompa menghilang terseret air banjir bandang, serta jalan pemasaran pertanian.

Selama ini, usai bencana banjir dan longsor hingga 21 hari terakhir para petani masih tinggal di posko pengungsian. "Kami memfokuskan penanganan pembangunan jaringan irigasi dan kerusakan areal persawahan agar petani kembali mengembangkan pertanian pangan, hortikultura, dan palawija," ujarnya.

Ia mengatakan areal pertanian yang terdampak bencana banjir bandang dan longsor tersebar di enam kecamatan. Enam kecamatan itu adalah Kecamatan Lebak Gedong, Sajira, Cipanas, Maja, Cimarga, dan Curugbitung.

Kebanyakan tanaman yang mengalami kerusakan berada di tepi Sungai Ciberang, bahkan areal persawahan dipenuhi bebatuan. "Kami berharap kerugian petani itu dapat bantuan untuk melaksanakan gerakan percepatan tanam guna mendukung swasembada pangan," katanya menjelaskan.

Menurut dia, usai banjir bandang dan longsor tentu petani tidak bisa kembali melaksanakan percepatan tanam, meski curah hujan di daerah itu cenderung tinggi. Sebab, mereka petani belum berani kembali ke permukiman karena rumah miliknya rusak berat hingga hanyut juga kondisi lahan pertanian dipenuhi lumpur.

Saat ini, petani menganggur dan tinggal di posko pengungsian sambil menunggu kepastian pemerintah untuk melakukan relokasi. "Kami dalam waktu dekat akan melaksanakan gerakan penghijauan di lokasi-lokasi rawan bencana maupun lahan konservasi," kata Dede.

Ia menyebut gerakan penghijauan itu dikembangkan tanaman perkebunan kopi sehubungan permintaan pasar yang cenderung meningkat. Penghijauan itu juga mengembangkan tanaman buah-buahan, jengkol, coklat dan cengkeh.

Apabila kawasan lahan konservasi itu hijau maka dapat meningkatkan pendapatan ekonomi petani juga mampu mencegah bencana alam. "Kami mengutamakan perbaikan sarana pertanian juga melakukan penghijauan pasca-bencana banjir bandang dan longsor," jelasnya.

Nanang, petugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pertanian Kecamatan Cipanas Kabupaten Lebak, mengatakan semua areal persawahan yang rusak berat di wilayahnya itu berubah fungsi menjadi aliran sungai akibat banjir bandang dan dipenuhi material bebatuan lumpur.

Areal sawah itu seluas 245 hektare di delapan desa itu yakni Desa Haur Gajrug seluas 47 hektare, Bintangsari 35 hektare, Bintangresmi 40 hektare, Cipanas 28 hektare, Luhurjaya 35 hektare, Sipayung 20 hektare, Talagahiang 10 hektare, dan Sukasari 30 hektare.

"Areal persawahan yang rusak itu lokasinya berada di tepi bantaran Sungai Ciberang dan berubah fungsi menjadi hamparan aliran sungai," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement