REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Wakil Presiden Ma'ruf Amin Bidang Komunikasi dan Informasi Masduki Baidlowi menjelaskan, wajib-tidaknya sertifikasi produk halal masih didiskusikan melalui pembahasan Omnibus Law. Sehingga menurutnya terlalu dini menyebut ada penghapusan kewajiban sertifikasi tersebut.
Masduki mengatakan, dalam pembahasan ini ada perdebatan soal apakah seluruh produk harus diberi label halal. "Apakah harus setiap produk itu itu ada fatwa (halal)? Misalnya untuk produk yang asalnya sudah halal," tutur dia kepada wartawan di Jakarta, Selasa (21/1).
"Contohnya ada tepung terigu yang sudah bersertifikat halal, minyak yang juga sudah bersertifikat halal, dan pisang yang dengan sendirinya sudah halal. Nah, kalau diolah ini kan jadi pisang goreng. Maka, masih perlu gak menempuh proses fatwa halal. Ini kan yang jadi perdebatan," tutur dia.
Jika tidak perlu menempuh proses sertifikasi halal, papar Masduki, maka bagaimana mekanismenya agar tetap tidak melanggar prinsip-prinsip dasar beragama. Di sisi lain, negara dan kalangan pelaku usaha pun tidak terbebani. "Itu yang sedang dicari solusinya," ujar dia.
Terkait pengaturan halal, Masduki mengungkapkan, Omnibus Law ibarat keranjang UU yang membahas banyak hal, tetapi ada satu fokus. Misalnya, pada RUU Cipta Lapangan Kerja yang merupakan Omnibus Law bidang Ketenagakerjaan memfokuskan pada investasi dan ketenegakerjaan.
"Tak menutup kemungkinan yang lain dibahas termasuk soal (kewajiban produk) halal. Tapi itu kan tidak sederhana," ucap dia.
Pemerintah, kata Masduki, pada prinsipnya bagaimana agar umat Islam terjaga dalam mengonsumsi makanan dan minuman yang halal. Pedagang pun tidak terbebani oleh biaya yang mahal saat mengurus sertifikasi halal, dan negara tidak terbebani oleh proses pembiayaan yang mahal.
"Kenapa, karena pada dasarnya agama Islam itu mudah, jadi jangan mempersulit," katanya.