REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Peran khatib dan imam begitu penting dalam kehidupan dan pembinaan agama bagi umat Islam. Dalam hal ini, tidak hanya lulusan pesantren atau madrasah, siapa pun yang memiliki kualitas dan kompetensi untuk menjadi khatib dan imam seharusnya bisa diterima di masyarakat.
Hal ini disampaikan Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhammad Cholil Nafis.
Dia mengatakan, pemilihan khatib dan imam harus lebih menitikberatkan pada kualifikasi dan kompetensi. Dengan demikian, siapa pun yang memenuhi syarat sebagai khatib seharusnya diterima masyarakat tanpa memilah-milah. Peran khatib dan imam menurutnya begitu dibutuhkan seiring dengan pertumbuhan umat Islam.
"Kita selalu kekurangan khatib karena pertumbuhan umat Islam yang tidak mengerti dan tidak pandai agama lebih banyak dan cepat daripada yang menekuni dan pandai agama," kata Kiai Cholil, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Selasa (22/1) malam.
Dia melanjutkan, bahwa peran khatib tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan umat Islam saat melaksanakan shalat Jumat. Sebab, menurutnya, khatib adalah rukun dari shalat Jumat.
Shalat Jumat sebanyak dua rakaat menjadi tidak sah tanpa ada khutbah yang disampaikan oleh khatib. Karena itu, dia mengatakan khatib adalah suatu keniscayaan bagi umat Islam agar dapat menjalankan kewajiban shalat dengan berjamaah beserta imam.
"Tidak mungkin kita bisa shalat Jumat tanpa ada khutbah karena khutbah Jumat gantinya dua rakaat daripada shalat Zhuhur, sehingga shalat Jumat hanya dua rakaat," katanya.
Khatib memang hanya diperlukan setiap Jumat. Berbeda dengan khatib, imam diperlukan untuk setiap shalat berjamaah. Sebab, shalat berjamaah itu sendiri hukumnya sunnah muakkadah.
Kiai Cholil menuturkan, orang yang bisa menjadi imam adalah orang yang bisa melaksanakan shalat sendiri atau pun berjamaah. Hanya saja, menurutnya, yang utama (afdhal) adalah imam yang alim dan fasih.
Adapun kebutuhan bagi setiap masjid, dia mengatakan idealnya terdapat khatib atau imam di masjid tersebut. Namun, jumlahnya tergantung pada kebutuhan di masjid itu sendiri. Yang jelas, pelaksanaan shalat Jumat hanya membutuhkan satu khatib.
Lantas, apa saja syarat menjadi khatib?
Kiai Cholil menjelaskan syarat khatib di antaranya, seorang khatib haruslah seorang laki-laki. Kemudian, khatib itu haruslah baligh, Muslim, suci dari hadas dan najis, menutup aurat. Seorang khatib juga harus bisa membedakan mana yang merupakan sunah dan rukun khutbah.
Adapun rukun khutbah itu di antaranya, mengucapkan Alhamdulillah dalam bentuk ucapan apapun yang mengandung pujian kepada Allah, shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, memberikan wasiat takwa.
Apabila ketiga rukun itu telah disampaikan, maka sudah sah khutbahnya.
Kemudian, khatib bisa melanjutkan membaca salah satu ayat Alquran pada salah satu khutbahnya. Pada khutbah yang kedua, khatib mendoakan kaum Muslimin dengan doa-doa yang sudah jamak. (Kiki Sakinah)