Rabu 22 Jan 2020 12:42 WIB

Tuntutan Para Peternak Ayam ke Kementan Dinilai Salah Alamat

UU Nomor 39/2009 menyebut yang mengelola harga adalah Kementerian Perdagangan

Peternak mengecek air minum ayam pejantan di Desa Banjardowo, Jombang, Jawa Timur, Kamis (31/10/2019).
Foto: Antara/Syaiful Arif
Peternak mengecek air minum ayam pejantan di Desa Banjardowo, Jombang, Jawa Timur, Kamis (31/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para Peternak ayam yang tergabung dalam Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia) menyampaikan akan menggelar aksi demo ke Kementerian Pertanian pada Rabu (22/1). Mereka beralasan terkenah dampak kebijakan kementerian tersebut sehingga berakibat pada peternak yang mengalami kerugian sejumlah Rp 3,4 Miliar.

Ketua Pinsar Pedaging Jawa Tengah Parjuni menyampaikan bahwa kerugian yang dimaksud adalah berkaitan dengan diabaikannya usulan pengurangan pasokan bibit ayam, ketika harga ayam turun pada Tahun 2019 lalu yang disampaikan kepada Kementerian Pertanian. Pengurangan pasokan tersebut diajukan karena pasokan ayam di pasar telah berlebih sebagai akibat adanya kelebihan bibit yang mengakibatkan harga ayam tertekan dan merugikan peternak.

Baca Juga

Sementara itu, Ekonom konstitusi Defiyan Cori mengatakan berdasarkan rekam jejak data, penurunan harga daging ayam di sejumlah pasar tradisional memang terjadi di beberapa daerah pada bulan Februari 2019 hingga November 2019, yaitu berkisar Rp 13.500 hingga Rp 25 ribu per ekor. Namun kalau kemudian menuding penyebabnya karena pasokan ayam yang berlebih akibat kebijakan Kementan tentulah sangat mensimplifikasi masalah, tidak tepat dan salah alamat.

Sebab, berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara telah secara jelas dan tegas mengatur apa saja fungsi dan tugas kementerian teknis yang ada di bawah kepemimpinan Presiden. Kementerian Pertanian, misalnya tugas pokoknya jelas menangani produksi pangan, sementara Kementerian Perdagangan mengelola urusan yang terkait perdagangan dan harga produk-produk hajat hidup orang banyak, baik itu di tingkat petani, peternak maupun yang beredar di pasar untuk sampai ditangan konsumen.

Pengaturan tugas pokok dan fungsi kementerian secara teknis operasional diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 45 tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian dan Perpres Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian Perdagangan, yang masing-masing sudah jelas (clear) dan sinkron.

Ia pun menyayangkan apabila para peternak ayam tak memahami peraturan perundang-undangan mengenai pembagian tugas pokok dan fungsi produksi bibit ayam yang berada dalam kewenangan Kementan di satu pihak, dan Kemendag yang mempunyai tugas pokok dan fungsi mengatur harga ayam di tingkat konsumen yang beredar di pasar di pihak yang lain.

Kelebihan produksi ayam terkini (update) adalah bagian dari pelaksanaan ketentuan yang berlaku dan rencana strategis produksi ayam nasional yang telah disusun dan dijalankan oleh Kementan, termasuk persediaan penyangganya (buffer stock) untuk mengantisipasi hal-hal di luar dugaan (force majeur) seperti penyakit ayam, bencana alam dan lain-lain.

Apabila dilakukan sebuah uji coba (exercise) suatu kebutuhan Rumah Tangga (RT) atas daging ayam secara nasional, misalnya setiap bulan adalah 5 (lima) ekor ayam potong. Maka, dengan jumlah penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah 260 juta orang, diasumsikan rata-rata RT beranggotakan 5 (lima) orang, berarti diperoleh angka 52 juta RT. Terhadap 52 juta RT ini diperoleh jumlah konsumsi daging ayam per bulan secara nasional adalah 260 juta ekor ayam potong dan jumlah kebutuhan 1 tahun menjadi 3,12 miliar ekor ayam potong.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian Tahun 2019 surplus DOC FS adalah sejumlah 214.909.515 ekor atau rata-rata tiap bulan berjumlah 15.610.616 ekor. Sementara itu, jumlah peternak UMKM dan kemitraan berjumlah 280.467 unit (rata-rata populasi ayam 8.000 hingga 20 ribu ekor).

Jumlah distribusi anak ayam komersial (DOC FS) pada Tahun 2019 ke peternak UMKM dan kemitraan sebanyak 3.143.593.845 ekor yang dijadikan alasan Pinsar sebagai penyebab anjloknya harga ayam jelas salah alamat. Sebab, berdasar uji coba kebutuhan untuk konsumsi RT selama 1 tahun, masih menunjukkan bahwa distribusi anak ayam (DOC FS) oleh Kementan sudah tepat.

Selain itu, produksi DOC ayam ras pada bulan Januari 2020 adalah sejumlah 266.674.050 ekor setara daging ayam 294.040 ton, sedangkan kebutuhan pada Januari 2019 sejumlah 259.619.227 ekor setara dengan daging ayam sebesar 286.261 ton, maka pada bulan Januari terjadi surplus 7.779 ton. Dan, jika dicermati harga ayam hidup  (livebird) rata-rara di Pulau Jawa pada minggu kedua Januari 2020 adalah Rp.16.787/kg.

Periode yang sama harga livebird terendah di Provinsi Jawa Tengah adalah Rp. 14.575/kg. Harga daging ayam pada minggu kedua bulan Januari di tingkat konsumen dalam wilayah Pulau Jawa rata-rata Rp. 29.377/kg. Konversi daging ayam dari livebird 69 persen, berat ayam terpanen rata rata 1,7 kg, konstanta harga daging ayam tingkat konsumen 1,7 kali harga livebird.

Dengan data tersebut, maka kebijakan dari Kementan dalam menjaga kebutuhan dan ketersediaan ayam potong harusnya ditanggapi dengan positif dengan menyiapkan angka surplus yang memadai. Artinya, pemerintah dalam hal ini Kementan telah mampu mendukung peningkatan produksi daging ayam di dalam negeri. Daripada produksi ayam nasional berkurang, tentu akan impor lagi dan akan menyulitkan posisi neraca perdagangan serta dampaknya pada harga ayam di pasar secara nasional.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk di Indonesia saat ini sebanyak 268,075 juta jiwa, konsumsi per kapita 12,13 kg per tahun. Proyeksi produksi daging ayam nasional tahun ini berdasarkan data dari Kementerian Pertanian sebanyak 3.488,71 ribu ton, sedangkan kebutuhan daging ayam nasional tahun ini mencapai 3.251,75 ribu ton, sehingga mengalami surplus sebanyak 236,96 ribu ton.

Dapat diambil kesimpulan, bahwa fenomena anjloknya harga ayam tidaklah terjadi secara luas atau hanya terjadi pada beberapa daerah diwilayah Provinsi Jawa Tengah dan bersifat lokal dan regional saja. Oleh karena itu, tidaklah tepat apabila protes melalui aksi demonstrasi ditujukan ke Kementan. Sebaiknya para peternak mengajukan tuntutan harga ayam yang dianggap tidak wajar atau murah ini kepada Bupati/Walikota atau Gubernur Jawa Tengah sebagai pemimpin otoritas wilayah Provinsi.

Selanjutnya, Kemendag diharapkan fokus dan pro aktif melakukan pengaturan harga acuan di tingkat konsumen yang fluktuatif terjadi pada bulan Februari sampai dengan November setiap tahun, agar para peternak ayam tak salah dalam mengajukan protes dan tuntutan mengenai harga.

Berdasarkan Undang-undang No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan disebutkan pada pasal 26 bahwa Kementerian Perdagangan menetapkan kebijakan harga, pengelolaan persediaan (stock) dan logistik, serta pengelolaan ekspor/impor dalam rangka menjamin stabilisasi harga kebutuhan pokok.

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 pun menegaskan bahwa daging ayam adalah satu diantara jenis bahan pangan pokok yang perlu dijaga ketersediaan dan stabilisasi harganya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement