REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman RI membentuk tim investigasi untuk mengkaji fenomena gagal bayar asuransi yang terjadi beberapa waktu belakang. Kasus gagal bayar tersebut terjadi di asuransi Jiwasraya, Asabri, dan AJB Bumiputera.
"Besok (tim investigasi) mulai mengundang OJK. Kita lihat nanti hasilnya," kata anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih di Jakarta, Rabu (22/1).
Pemanggilan OJK tersebut, kata Ahmad Alamsyah Saragih, untuk melakukan investigasi bagaimana otoritas tersebut melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap lembaga-lembaga asuransi yang berujung gagal bayar.
"Kami melakukan pendalaman. Ada beberapa hal, yakni pertama dari sisi regulasi ada inkonsistensi yang cukup tinggi tetapi mengarah pada posisi yang makin lemah di peraturan OJK," kata Ahmad Alamsyah Saragih.
Dalam peraturan OJK, terdapat terdapat inkonsistensi dinamika pengaturan direktur kepatuhan, awalnya pada Peraturan OJK Nomor 2 Tahun 2014, otoritas tersebut mewajibkan adanya direktur kepatuhan dalam lembaga keuangan dan perasuransian.
Namun, pada Peraturan OJK Nomor 73 Tahun 2016 malah diubah dengan memberikan waktu 3 tahun bagi perusahaan perasuransian untuk memiliki direktur kepatuhan. "Direvisi kembali pada POJK Nomor 43 Tahun 2019, OJK kembali mewajibkan perusahaan perasuransian memiliki direktur kepatuhan," kata Ahmad Alamsyah Saragih.
Tidak hanya itu, lanjut dia, peraturan tersebut juga dianggap mengalami kemunduran dari sisi pemilihan calon direksi dan komisaris perusahaan asuransi. Pada peraturan OJK, uji kemampuan dan kepatutan malah dihapuskan dan diganti hanya dengan persetujuan OJK saja.
Selanjutnya, tim investigasi juga akan mengkaji fenomena kebijakan investasi dari Asabri dan Jiwasraya yang diduga janggal. "Contohnya kita memakai indeks IDX 80 untuk melihat komposisi, komposisi investasi saham Asabri 88 persen berisiko dengan likuiditas rendah tidak masuk IDX80. Kalau kita bandingkan dengan Taspen (juga perasuransian), hanya 7,8 persen," ujarnya.
Ombudsman juga akan memanggil KSEI untuk mengetahui posisi dan status lembaga tersebut terhadap pengamanan data transaksi dan tindak lanjut analisis transaksi.
Dari sisi Asabri, Ombudsman akan menginvestigasi soal penerbitan PP 102 Tahun 2015. Dari sana, menurut dia, akan dilihat siapa pemrakarsa peraturan, tujuan penerbitan, dan soal implikasi terhadap tugas OJK dalam mengawasi Asabri.