REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil angkat bicara terkait aturan khutbah shalat Jumat yang akan diatur. Ridwan Kamil menilai, aturan tersebut tidak hanya berlaku di Kota Bandung atau Provinsi Jawa Barat. Karena, aturan tersebut datangnya dari Kementerian Agama.
"Saya kira narasinya itu bukan hanya untuk Kota Bandung. Hanya memang yang bersuara duluan itu Kanwil Agama Bandung. Jadi, jangan dilokalisasi," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil seusai membuka West Java Calender Event and Festival 2020, Rabu (22/1).
Menurut Emil, sejauh ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) sebenarnya belum mendapat informasi tersebut secara resmi. Ia hanya membaca terkait aturan itu melalui media sosial dan media massa.
Emil mengatakan, setiap kebijakan yang dikeluarkan kementerian pasti mempunyai landasan yang jelas. Artinya, tidak ada aturan yang dibuat asal. Masyarakat pun diminta bisa lebih memahami sebelum memberikan argumen negatif atas aturan khotbah yang bakal diatur penyampaiannya.
"Kalau alasan Pak Menteri ini di negara Islam seperti Abu Dhabi dan Malaysia begitu (diatur). Makannya wajar kalau ada pro-kontra. Intinya harus didistribusikan secara baik," katanya.
Sebelumnya, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Bandung Yusuf Umar menyebut bahwa Kementerian Agama Kota Bandung berencana mengatur isi khotbah shalat Jumat di setiap masjid di Kota Bandung. Wacana tersebut mengacu pada Kota Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
"Berdasarkan informasi, Abu Dhabi, teks khotbah disiapkan pemerintah. Dalam hal ini di Indonesia mungkin (naskah khotbah) lewat kementerian agama," ujar Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Bandung, Yusuf Umar, kepada wartawan di Kantor Pemerintah Kota Bandung, Selasa (21/1).
Kota Abu Dhabi, kata Yusuf, mengatur khutbah Jumat agar bersama-sama mendoakan pemerintah dalam setiap urusan. Selain itu, diaturnya isi pidato khotbah Jumat agar dapat menyejukkan jamaah sidang Jumat.
"Ini dalam rangka dakwah ke masyarakat itu menyejukkan dan mendoakan pemerintah menjadi baldatun toyibatun wa robun gofur," kata Yusuf.
Yusuf berharap, ke depannya wacana ini bisa mendapat dukungan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan masyarakat secara umum. Metode seperti ini dirasakan dia bisa membantu menjaga ketenteraman sesama umat.
Isi dakwah pun, kata dia, bisa disesuaikan dengan kebutuhan atau urgensi di tengah masyarakat. Seperti tema kehidupan bertoleransi sebagai negara menganut Pancasila. Misalnya, tema bagaimana kita hidup bertoleransi, bagaimana kita hidup di antara umat beragama ini supaya tetap rukun, aman damai dan hidup sesuai negara pancasila ini. Serta, bagaimana agar masyarakat melaksanakan ajaran agamanya dengan tenang tanpa mengganggu yang lain.
“Temanya disiapkan, Jumat ini apa, Jumat depan apa, sehingga ada rambu-rambunya. Sehingga diharapkan ini tentu saja perlu ada political will dari pemerintah kota. Kalau Bapak Wali menghendaki, kami siap untuk mengawal itu,” katanya.
Meski barus sekadar wacana, ia berharap tahapan menindaklanjuti ini berlanjut dengan diskusi bersama MUI, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bandung.