REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkapkan kendala dan hambatan yang mereka hadapi dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Beberapa kendala tersebut, di antaranya terdapat pada pemutakhiran data pemilih dan rekapitulasi suara.
"Pada saat melakukan pendataan pemilih ada daerah-daerah yang sulit dijangkau," ujar Ketua KPU, Arief Budiman, dalam kegiatan Refleksi Hasil Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 dan Persiapan Penyelenggaraan Pemilihan Pilkada 2020 di KPU, Jakarta Pusat, Rabu (22/1).
Ia mengatakan, daerah-daerah yang sulit dijangkau itu seperti area perkebunan, pertambangan, dan sejenisnya, daerah yang memiliki banyak mahasiswa pendatang, daerah pedalaman, hutan nasional, kelompok adat, dan pulau tepencil. Kemudian, kompleks apartemen, pondok pesantren, lembaga pemasayrakatan, rumah sakit dan korban bencana alam atau konflik sosial juga menjadi daerah yang sulit dijangkau.
Permasalahan pada pemutakhiran data pemilih, yakni pemilih yang belum terdata di DPT pada TPS Tambahan dan lokasi-lokasi yang jauh dari permukiman yang masuk ke dalam TPS Khusus. KPU juga menghadapi berita-berita hoaks yang terkait pemutakhiran data pemilih.
Arief mengungkapkan, KPU juga mengalami beberapa kendala terkait proses rekapitulasi suara. Menurutnya, kendala tersebut terdapat pada rekapitulasi yang dilakukan di tingkat kecamatan di beberapa daerah yang membuat proses tersebut tak sesuai dengan tahapan yang telah ditetapkan.
Menurutya, jumlah TPS yang terlalu banyak menyebabkan KPU membutuhkan waktu yang panjang untuk merekap suara meskipun sudah dilakukan oleh empat kelompok secara bersamaan. Lalu, administrasi hasil perolehan suara di tingkat TPS juga kurang baik.
"Sehingga banyak keberatan dari saksi yang mengakibatkan harus dilakukan penghitungan suara ulang," katanya.