Rabu 22 Jan 2020 16:34 WIB

Protes Pencabutan Subsidi Gas 3 Kg Warnai Paripurna

Pemerintah akan menghentikan subsidi Gas 3 kg mulai pertengahan tahun ini.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Indira Rezkisari
Petugas melakukan bongkar muat tabung gas LPG 3 kg di salah satu agen LPG di Jalan Samoja, Kota Bandung, Selasa (21/1).
Foto: Abdan Syakura_Republika
Petugas melakukan bongkar muat tabung gas LPG 3 kg di salah satu agen LPG di Jalan Samoja, Kota Bandung, Selasa (21/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Protes terkait rencana pemerintah dalam mencabut subsidi tabung gas liquified petroleum gas (LPG) 3 kilogram atau gas melon kembali bergulir. Anggota DPR RI menyuarakan ketidaksetujuan atas pencabutan subsidi gas 3 kg itu di Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang digelar Rabu (22/1).

Interupsi itu disampaikan oleh Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade. Politikus Gerindra itu menolak rencana pemerintah yang akan mencabut subsidi gas LPG yang selama ini diarahkan ke masyarakat miskin. Ia juga mengkritisi wacana pemerintah mengalihkan subsidi dan distribusi tertutup.

Baca Juga

"Kami mendesak pimpinan dan sidang untuk mengirim surat ke pemerintah agar rencana pengalihan subsidi itu tidak diteruskan atau dibatalkan saja," ujar Politikus Gerindra itu saat menyampaikan Interupsi.

Andre menilai, kebijakan pemerintah yang berdampak besar pada ekonomi sosial rakyat harus diperhitungkan secara cermat. Andre menyadari, pemerintah ingin membatasi penyaluran dan penyesuaian harga LPG 3 kilogram.

Meski kebijakan itu belum ditetapkan pemerintah, Politikus asal dapil Sumatra Barat I itu menyebut harga LPG 3 kilogram di sejumlah wilayah Indonesia telah mengalami kenaikan. Misalnya di Agam Sumbar, Medan, dan Deli Serdang Sumut.

"Kenaikan itu seharga lima ribu sampai 10 ribu, semula harga jualnya Rp 20 ribu sekarang sampai Rp 25-30 ribu," ujar Andre.

Andre mengaku memahami niat pemerintah untuk berusaha terus menekan angka subsidi di Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Sehingga, anggaran lebih seimbang dan lebih tepat sasaran, serta pengalihan subsidi itu bisa digunakan untuk sektor lebih produktif.

Namun, pembahasan terkait pengaturan ulang atas pemberian subsidi harus melibatkan banyak pemikiran dan instansi termasuk DPR. Terlebih, Pemerintah dan DPR telah menyepakati anggaran subsidi gas 3 kilogram dan sudah disahkan bersama di rapat paripurna.

"Karena itu pemerintah tidak bisa secara sepihak mengubahnya karena itu berpotensi melanggar undang-undang," ujar Andre Rosiade.

Skema distribusi gas melon secara tertutup yang diwacanakan pemerintah juga dinilai Andre patut dikritisi. Ia mengulas, pada awal migrasi minyak tanah ke gas tahun 2004, distribusi saat itu tertutup.

Saat itu pemerintah menerbitkan kartu kendali. Namun kartu kendali tidak berfungsi, sehingga selanjutnya distribusi bersifat terbuka.

"Artinya siapapun bisa dan boleh membeli. Dalam kondisi itu banyak LPG 12 kilogram jadi 3 kilogram. Pengguna turun kelas menurut YLKI mencapai 15-20 persen. Akibatnya subsidi gas 3 kilogram tidak tepat sasaran karena orang mampu banyak yang membeli," kata Andre.

Maka itu, Andre pun berharap pemerintah tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan wacana distribusi tertutup dan pengalihan subsidi. Ia tetap meminta pemerintah menarik wacanat tersebut. "Pemerintah harus menghentikan wacana ini dulu," kata dia menegaskan.

Diketahui Pemerintah akan menghentikan subsidi harga LPG tiga kilogram (gas melon) mulai pertengahan tahun 2020. Harga gas melon nantinya akan disesuaikan dengan harga pasar.

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan, harga gas melon akan disesuaikan dengan harga pasar seperti Elpiji 12 kilogram. "Sama lah dengan Elpiji 12 kilogram, tinggal dibagi 3 atau 4 saja, nanti kita lihat," katanya.

Harga Elpiji 12 kilogram saat ini berada di kisaran Rp 141 ribu. Berarti per kilogramnya Rp 11.750. Mengacu pada perhitungan tersebut, harga gas melon nantinya akan menjadi Rp 35.250. Naik sekitar 75 persen dari harga saat ini di kisaran Rp 20.000.

Kementerian ESDM menyebut, subsidi terhadap masyarakat miskin yang memakai gas 3 kg akan tetap diberikan nantinya, namun dengan cara langsung ke sasaran. Yakni dengan skema menggunakan barcode yang terhubung dengan perbankan.

"Uji coba di beberapa tempat pakai kartu, Pertamina pakai QR code. Nanti yang beli Elpiji tiga kilogram langsung terrekam. Misal, beli tiga tabung Rp 100 ribu, nanti langsung transfer ke QR ini. Data sudah ada, kebijakan seperti apa, belum diputuskan," kata Djoko.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement