Kamis 23 Jan 2020 14:01 WIB

Prabowo Sering ke LN, Dahnil: Beli Senjata Bukan Seperti TV

Dahnil menilai pembelian senjata butuh kesepakatan G to G.

Presiden Joko Widodo bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko usai menghadiri rapat pimpinan Kementerian Pertahanan di Jakarta, Kamis (23/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Presiden Joko Widodo bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko usai menghadiri rapat pimpinan Kementerian Pertahanan di Jakarta, Kamis (23/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Staf Khusus Menteri Pertahanan Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antar-Lembaga Dahnil Anzar Simanjuntak menganalogikan jika membeli alat utama sistem persenjataan bukanlah seperti membeli televisi (TV). Pembelian senjata butuh sebuah kesepakatan.

"Beli senjata itu tidak seperti beli TV atau beli mobil di dealer. Tetapi, butuh clearence, butuh kesepakatan G to G (government to government)," katanya, di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis.

Baca Juga

Apalagi menyangkut bisnis senjata, kata dia, walaupun pembeliannya adalah B to B (business to business), tetapi pada akhirnya berkaitan dengan kebijakan dan perizinan sehingga melibatkan juga G to G.

"Beli senjata dan alutsista itu, walaupun membelinya bisnis to bisnis, tapi akhirnya nanti 'clearence'-nya ada G to G. Sebab itulah, dibutuhkan diplomasi," katanya.

Itulah alasannya, kata dia, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto banyak melakukan kunjungan ke luar negeri, yakni dalam rangka diplomasi pertahanan.

Bukan sekedar melakukan diplomasi pertahanan, dalam hal menjaga hubungan baik dengan negara yang strategis, lanjut dia, tetapi juga terkait dengan persenjataan, alutsista, misalnya clearence.

Dahnil menyebutkan bahwa kebijakan dalam alutsista yang terpenting adalah penguatan dan modernisasi sehingga Prabowo ingin alutsista harus tepat guna, efisien, dan ekonomis. "Kemudian, yang kedua juga tentu memperhatikan aspek geopolitik dan geostrategis," katanya.

Oleh karena itu, Dahnil mengatakan jika ada yang mengkritik Menhan sering jalan-jalan ke luar negeri, artinya mereka tidak punya pemahaman baik tentang tugas-tugas pertahanan.

"Ada diplomasi pertahanan yang sangat penting harus dilakukan. Jadi, kalau ada kritik seolah-olah menyebut pak Prabowo jalan jalan ke luar negeri ini membuktikan bahwa ada masalah dengan literasi pertahanan para politisi kita," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement