REPUBLIKA.CO.ID, RAJA AMPAT -- Sebuah penelitian bersama mengungkapkan bahwa sejumlah spesies ikan "hiu berjalan" (walking shark) ditemukan di wilayah Perairan Raja Ampat, Provinsi Papua Barat dan Halmahera, Provinsi Maluku Utara
Menurut siaran pers, Kamis (23/1) disebutkan bahwa berdasarkan penelitian bersama yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO), University of Queensland, Australia, University of Florida, AS, dan Conservation International (CI), hiu berjalan tersebut masih dalam proses diferensiasi. Belum dapat diketahui kapan tepatnya spesies-spesies tersebut akan berevolusi.
"Enam dari spesies hiu berjalan di dunia dapat dijumpai di Indonesia. Dengan kata lain Indonesia adalah rumah bagi hiu berjalan. Spesies-spesies itu merupakan endemik sehingga Pemerintah Indonesia harus bangga, dan perlu memastikan bahwa jenis hiu unik ini terlindungi termasuk habitatnya," kata Fahmi, salah satu penulis dan peneliti di tim tersebut.
Disebutkan pula bahwa tingkat keanekaragaman hayati laut Indonesia dinilai sangat tinggi. Temuan tersebut menjadi tahap awal yang baik bagi peneliti, pemerintah, dan LSM di Indonesia untuk dapat lebih memahami mengenai spesies unik tersebut.
Temuan lain pada penelitian itu adalah hiu berjalan merupakan spesies hiu yang terakhir berevolusi. Mereka diperkirakan berevolusi sekitar 9 juta tahun yang lalu. Hal ini menjadikan mereka sebagai spesies hiu yang paling muda karena sebagian besar spesies hiu terakhir berevolusi sekitar 200 juta tahun yang lalu.
"Melalui pendekatan filogeni molekuler, kami dapat memperkirakan kapan mereka berevolusi serta menyelidiki proses yang mengarah pada spesiasi proses terbentuknya spesies baru. Kami menemukan bahwa perubahan permukaan laut, formasi terumbu karang baru, dan daratan memainkan peran," kata penulis utama dan peneliti dari University of Queensland Dr Christine Dudgeon .
Spesies hiu berjalan di Indonesia pertama kali dideskripsikan pada 1824 dari Kepulauan Raja Ampat (H. freycinetti). Namun pada 2008, dua spesies hiu berjalan dideskripsikan dari Kaimana (H.henryi) dan Teluk Cenderawasih (H. galei). Lalu pada 2013, dideskripsikan juga spesies hiu berjalan dari Halmahera (H. halmahera).
Berbeda dari hiu pada umumnya, mereka dapat berjalan dengan menggunakan sirip mereka. Habitatnya yang terbatas dan terisolasi membuat mereka sangat rentan terhadap ancaman seperti penangkapan berlebih.
"Perlu diingat bahwa ancaman ini tidak hanya datang dari kegiatan di pesisir saja. Tapi juga dari daratan seperti sampah plastik, limbah dari pabrik, dan pembangunan yang tidak terkendali dan terencana," kata Senior Director Marine Program Conservation International Victor Nikijuluw
"Hal-hal tersebut akan merusak terumbu karang yang merupakan habitat penting dimana hiu berjalan menghabiskan seluruh hidupnya," ujarnya.
Ia menyarankan untuk segera dilakukan upaya konservasi yang terintegrasi antara darat dan laut untuk memastikan keberlangsungan hidup dari spesies endemik ini. Adanya temuan baru itu diharapkan dapat membuat lebih banyak spesies hiu berjalan masuk di dalam "International Union for Conservation of Nature Red List".
Selain itu, daerah-daerah di Indonesia yang memiliki pariwisata bahari yang maju seperti Raja Ampat dan Manggarai Barat (Nusa Tenggara Timur) juga berkomitmen dalam menjadikan kawasan lautnya sebagai suaka hiu dan pari, dengan mempertimbangkan tingginya minat wisatawan untuk menyelam dengan hiu dan pari.