REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menginisiasi kebijakan keringanan pajak kendaraan listrik di Jakarta. Keringanan pajak kendaraan listrik ini sebagai langkah pengendalian kualitas udara di Jakarta.
Keringanan pajak kendaraan bermotor ditandai dengan penandatanganan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 3 tahun 2020. Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan, menyebut Pergub Nomor 3 Tahun 2020, memuat kebijakan Insentif Pajak.
Pajak yang diberikan insentif adalah pada Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) Atas Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Anies berharap, dengan Pergub ini, masyarakat Jakarta yang memiliki atau berencana untuk membeli kendaraan bermotor berbasis listrik, baik roda dua maupun roda empat, dapat menikmati insentif pembebasan pajak BBN-KB.
"Pada siang hari ini saya mengumumkan Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2020 tentang insentif pajak bea balik nama kendaraan bermotor atas kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan," kata Anies, Kamis (23/1).
Ia mengakui Pemprov DKI menjadi Pemerintah Provinsi pertama yang mengeluarkan peraturan pembebasan BBN-KB. Jadi, terhitung mulai tahun 2020, kegiatan jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, kendaraan motor berbasis listrik, baik roda empat maupun roda dua, diberikan pembebasan pajak bea balik nama.
Kebijakan ini berlaku untuk kendaraan pribadi maupun umum. Syaratnya, harus murni kendaraan listrik. Ia menegaskan keringanan pajak ini bagi kendaraan bermotor listrik. Kendaraan yang berbasis baterai, yang digerakkan dengan motor listrik dan dapat pasokan sumber daya listrik dari baterai.
"Kebijakan ini tidak berlaku untuk jenis kendaraan Hybrid ataupun kendaraan semi listrik. Jadi, hanya kendaraan bermotor yang 100 persen menggunakan listrik berbasis baterai,” tambah Gubernur Anies.
Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi pertama yang mengeluarkan peraturan tentang Insentif Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai yang kebijakannya tertuang dalam Pergub Nomor 3 Tahun 2020. Kebijakan ini mulai berlaku pada tanggal 15 Januari 2020 sampai dengan tanggal 31 Desember 2024 atau 5 (lima) tahun ke depan untuk kendaraan pribadi dan kendaraan yang digunakan untuk transportasi umum listrik berbasis baterai.
Pergub Nomor 3 Tahun 2020 ini membantu menopang Pemerintah Pusat untuk mewujudkan target sesuai Perpres Nomor 55 Tahun 2019. Selain itu, Pergub ini sekaligus turut serta dalam mendukung, mengatur dan mengendalikan kualitas udara di kota Jakarta.
Kebijakan ini adalah tindak lanjut dari tujuh Inisiatif untuk Udara Bersih Jakarta yang ada dalam Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019. "Kita berharap, ini salah satu ikhtiar untuk mendorong penggunaan kendaraan bebas emisi di Jakarta akan bisa berjalan baik," imbuhnya.
Ini kewenangan yang ada di level Pemerintah Daerah dan itu yang Pemprov DKI berikan. "Semoga ini akan direspons positif dan kita percaya ini bagian dari ikhtiar, membuat Jakarta lebih baik dan sehat, juga masyarakat mendapatkan manfaat ekonomis dari kebijakan ini," terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan kendaraan listrik juga akan mendapat keistimewaan saat tilang elektronik atau electronic traffic law enforcement (ETLE) diberlakukan. Karena itu, kata Syafrin, sebelum operasional pihaknya akan berkoordinasi dengan Dislantas Polda Metro Jaya terlebih dahulu terkait ETLE.
Sebab, kata dia, rencananya tilang elektronik atau ETLE akan diberlakukan juga untuk kendaraan roda dua pada 1 Februari. Dishub ingin agar sebuah kendaraan listrik itu memiliki tanda atau bisa di-capture dengan dibedakan melalui tanda. Sama dengan kendaraan yang digunakan oleh pengendara disabilitas.
"Selama ini mereka kita berikan stiker sehingga begitu melintas di kawasan ETLE terlihat ada stiker mereka tidak diberikan tindakan pelanggaran," imbuhnya.
Terkait dengan insentif pajak bagi kendaraan listrik, apakah akan mengurangi pendapatan pajak kendaraan di DKI. Syafrin meyakini hal itu mungkin terjadi, namun menurut dia, insentif ini akan setimpal dengan pengurangan polusi udara yang selama ini 75 persen dari kendaraan bermotor.
"Jadi kita jangan melihat besaran penerimaan dari pajak saja. Tapi juga bagaimana upaya Jakarta menciptakan kota yang berkelanjutan dengan mendorong penggunaan kendaraan yang non fosil, ramah lingkungan," kata Syafrin.
Perlu diketahui, insentif/pembebasan pajak daerah ini diberikan secara otomatis dalam sistem Pemungutan Pajak Daerah Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta. Para pengguna kendaraan listrik bisa menggunakan fasilitas insentif pajak daerah ini di kantor-kantor Unit Pelayanan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor atau kantor SAMSAT yang tersebar di lima wilayah kota administrasi DKI Jakarta.
Pergub Nomor 3 Tahun 2020 ini merupakan tindak lanjut dari ketentuan Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi. Dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2019, pemerintah menargetkan pengembangan mobil listrik mencapai 2.200 unit, hybrid 711.000 unit dan 2,1 juta unit sepeda motor listrik pada tahun 2025.
Pemerintah pusat juga telah mengatur skema Pajak Penjualan Atas Barang Mewah untuk kendaraan bermotor di Indonesia, yang resmi diterbitkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM.
Dari peraturan itu tertuang, untuk mobil listrik murni dengan daya angkut kurang dari 10 orang maupun 10-15 orang termasuk pengemudi, dikenakan tarif PPnBM sebesar 15 persen dengan dasar pengenaan pajak sebesar 0 persen dari harga jual. Aturan tarif PPnBM 15 persen dengan dasar pengenaan pajak nol persen dari harga jual diberikan untuk mobil jenis Plug-In Hybrid Electric Vehicles, Battery Electric Vehicles, serta Fuel Cell Electric Vehicles.