REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum terdakwa Dede Lutfi Alfiandi, Sutra Dewi, enggan menanggapi secara panjang lebar bantahan pihak kepolisian terkait dugaan penyiksaan kliennya selama proses interogasi. Namun, ia meyakini bahwa Lutfi tidak berbohong soal dirinya yang disiksa hingga disetrum itu.
"Jadi apa yang diungkapkan di persidangan ya gitu. Kemarin saya bilang 'jangan lupa ya menjelaskannya yang benar, yang jujur'. Lutfi pun jawab 'Iya bu, saya kan lagi puasa'," kata Sutra kepada Republika.co.id, Kamis (23/1). Lutfi, kata dia, memang selalu puasa sunah Senin dan Kamis.
Dede Lutfi Alfiandi (20 tahun) adalah pemuda yang membawa Bendera Merah Putih saat melakukan aksi bersama siswa STM dan SMK di depan kompleks DPR RI pada September tahun lalu. Ia ditangkap polisi atas tuduhan penyerangan terhadap aparat.
Dalam proses persidangannya, Senin (20/1), Lufti mengaku kepada hakim bahwa ia disiksa hingga disetrum selama setengah jam oleh penyidik saat memberikan keterangan di Polres Jakarta Barat. Penyiksaan itu, kata Lutfi, ditujukan agar dirinya mengaku sebagai pelempar batu kepada aparat saat berdemonstrasi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Teuku Arsya membantah anggotanya menganiaya Lutfi. "Enggak mungkin, kita kan polisi modern, dia mengaku karena setelah itu ditunjukkan ada rekaman video dia di lokasi. Dia lempar batu, itulah petunjuk kenapa dia diamankan," ujar Arsya saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Sutra Dewi, kuasa hukum Lutfi dari Lembaga Bantuan Hukum Komite Barisan Advokasi Rakyat (LBH KOBAR), mengatakan, pihaknya juga baru mengetahui dugaan penyiksaan itu saat persidangan. Sebab, Lutfi jarang menceritakan apa yang dia alami. Dia lebih cenderung diam.
Oleh karena itu, dia akan melihat terlebih dahulu tuntutan jaksa yang akan dibacakan di sidang lanjutan pada 29 Januari mendatang. "Ini masih berproses. Masih beberapa kali lagi. Kemarin kan baru keterangan terdakwa," kata Sutra.
Dalam persidangan perdananya pada 12 Desember 2019, jaksa penuntut umum mendakwa Lutfi dengan tiga dakwaan alternatif. Dakwaan pertama pasal 212 jo 214 ayat (1) KUHP karena dianggap melakukan kekerasan terhadap pejabat pemerintah yang bertugas secara sah dalam hal ini kepada polisi.
Dakwaan kedua adalah Pasal 170 ayat (1) KUHP terkait penggunaan kekerasan terhadap satu orang atau barang. Ketiga, Luthfi dijerat pasal 218 KUHP karena tetap berkerumun saat sudah diperingati oleh Polisi yang bertugas.