REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendukung penghapusan kewajiban sertifikasi halal. Sebab, implementasi teknisnya di lapangan mengalami kesulitan.
"Kalau dicabut bagus dan dibalikin ke semula. Jadi sertifikasi halal kembali bersifat voluntary bukan mandatory," kata Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani saat ditemui wartawan di Jakarta pada Kamis, (23/1).
Ia menyebutkan beberapa kesulitan di lapangan, lanjutnya, pertama dari sisi tenaga auditor yang terbatas. "Sertifikasi halal kan perlu auditor untuk lakukan pengecekan," katanya.
Kedua, biaya sertifikasi yang cukup besar. Lalu ketiga, terjadi keresahan masyarakat karena aturan tersebut tidak berjalan.
"BPJPH (Badan Jaminan Penyelenggara Produk Halal) juga belum bisa jalan," ujar Hariyadi. Maka menurut dia, sertifikasi halal seharusnya sukarela. Di negara lain pun, termasuk di Arab Saudi dan Malaysia, ketentuan ini tidak diwajibkan.
"Hanya di Indonesia sertifikasi halal dijadikan mandatory. Padahal ketika saya bilang produk saya halal, maka saya harus buktikan lewat sertifikasi, kalau nggak halal ya nggak perlu buktikan," tegas dia.
Ia menambahkan, meski tidak dijadikan kewajiban, tetap banyak produk yang ingin mengajukan sertifikasi halal. Ketika diwajibkan, justru menjadi masalah seperti sekarang.
Sebelumnya beredar draf Omnibus Law yang menyebutkan penghapusan sertifikasi halal. Hanya saja pemerintah membantah keabsahan draf itu.