REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Menteri Keuangan Lebanon Ghazi Wazni menyatakan, pemerintah baru mengharapkan mendapatkan pinjaman sebesar lima miliar dolar Amerika Serikat (AS), Kamis (23/1). Dana tersebut digunakan untuk mengatasi krisis keuangan dan membeli bahan kebutuhan pokok.
Lebanon sedang mencari untuk mendapatkan pinjaman lunak tersebut dari donor internasional. Menurut laporan The Daily Star, dana ini nantinya digunakan untuk membiayai pembelian gandum, bahan bakar, dan obat-obatan.
"Suntikan ini akan memenuhi kebutuhan negara selama satu tahun," kata Wazni.
Pemerintah yang baru menjabat pada Selasa ini menghadapi keadaan darurat karena bank-bank memberlakukan pengawasan. Pound Lebanon melemah dan para pemrotes mulai melakukan kekerasan.
"Seluruh komunitas internasional memiliki pandangan tentang apa yang akan dilakukan pemerintah ini. Apa programnya, apa langkah-langkah reformasi, apakah siap untuk dukungan atau tidak?" ujar Wazni dalam komentar yang disiarkan televisi.
Pembatasan bank pada akses ke uang tunai, inflasi, dan kehilangan pekerjaan telah memukul warga Lebanon. Protes berjalan semakin keras, hanya saja, pergerakan lebih terbatas.
Pemerintah baru dibentuk dengan dukungan dari kelompok kuat Hezbollah yang didukung Iran dan sekutu politiknya. Partai-partai politik besar yang mendapat dukungan Barat, termasuk mantan perdana menteri Saad al-Hariri tidak masuk dalam bagian dari kabinet baru.
Para analis mengatakan pengaruh Hizbullah terhadap kabinet dapat mempersulit upayanya untuk mengamankan pendanaan asing. Kondisi ini akan menjadi lebih parah terutama dari negara-negara Teluk Arab yang telah memberikan bantuan di masa lalu tetapi melihat Hizbullah sebagai ancaman.