REPUBLIKA.CO.ID, Sapto Andika Candra, Dian Fath Risalah, Arif Satrio Nugroho, Antara
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi kontroversi mengenai sikap Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dalam menangani kasus tersangka suap Harun Masiku. Jokowi berpesan agar seluruh menteri dan pejabat tinggi negara lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan kepada publik.
"Terutama yang berkaitan dengan angka, terutama yang berkaitan dengan data, terutama yang berkaitan dengan informasi. Hati-hati, jangan sampai informasi dari bawah langsung diterima tanpa kroscek terlebih dulu," jelas Presiden Jokowi di Istana Negara, Jumat (24/1).
Presiden juga mengaku tidak tahu-menahu apakah inkonsistensi informasi tentang keberadaan Harun Masiku merupakan miskomunikasi atau bukan. Jokowi lebih memilih untuk mengingatkan jajarannya lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan berkaitan dengan hukum.
Selaku Menkumham, Yasonna tengah mendapat sorotan lantaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, direktorat di bawah kementeriannya, menyampaikan informasi yang bisa dibilang simpang siur tentang keberadaan Harun Masiku. Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F Sompie menyampaikan bahwa Politikus PDI Perjuangan yang juga buron sekaligus tersangka kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024, Harun Masiku, sebenarnya sudah berada di Indonesia sejak 7 Januari 2020.
Pengumuman oleh Ronny Sompie itu disampaikannya pada Rabu (22/1). Padahal, selama ini, atau sejak diumumkan telah pergi ke Singapura sejak 6 Januari, pihak Imigrasi yang juga diamini oleh Yasonna menyatakan Harun belum kembali ke Tanah Air.
Adanya kelalaian sistem keimigrasian di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, disebut pihak Ditjen Imigrasi menjadi penyebab mengapa mereka telat mengetahui keberadaan Harun yang sudah pulang ke Indonesia. Apalagi, Harun pada 13 Januari masih diumumkan berada di luar negeri meski politikus PDIP itu sebenarnya sudah kembali ke Tanah Air pada 7 Januari.
Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Kemenkumham Arvin Gumilang mengatakan, pihaknya sedang mendalami kelalaian delay sistem yang tidak mencatat Harun Masiku datang ke Indonesia.
"Jadi terkait dengan delay system bahwa seyogiyanya fasilitas CIQ (Customs, Immigration and Quarantine) bisa dilakukan oleh penyedia atau pengelola bandara. Namun karena alasan teknis dan juga Terminal 2 itu diproyeksikan jadi low cost carier, sehingga kami dengan perangkat yang ada kami berusaha melengkapi kekurangan," kata Arvin di Gedung Kemenkumham, Jakarta Selatan, Rabu (22/1).
Ia pun menampik anggapan pihaknya sengaja memperlambat pengungkapan informasi terkait keberadaan Harun di Indonesia yang sudah berlangsung selama 15 hari. Menurut Arvin, hanya pihaknya menunggu arahan sampai diizinkan untuk menyampaikan informasi keberadaan Harun kepada publik.
Sampai akhirnya mendapatkan perintah, Arvin melanjutkan, pihaknya baru kemudian mengumumkan kepada publik pada Rabu (22/1), bahwa Harun telah berada di Indonesia sejak 7 Januari. Saat ditanya wartawan kapan Ditjen Imigrasi memperoleh informasi bahwa Harun telah berada di Tanah Air, Arvin tidak mau membuka informasi itu.
"Perintah untuk kami menyampaikan, tuh hari ini. Terkait kapan kami peroleh (informasi soal Harun), saya tidak bisa katakan," ujar Arvin.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (tengah) didampingi Ketua DPP Bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan Yasonna Laoly (kedua kiri), Ketua DPP Bidang Hubungan Luar Negeri Ahmad Basarah (kiri) serta tim hukum PDIP Teguh Samudera (kedua kanan) dan I Wayan Sudirta (kanan) saat menyampaikan keterangan pers di kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (15/1/2020).
Selain soal keberadaan Harun Masiku, Yasonna juga disorot terkait kehadirannya saat pengumuman pembentukan Tim Hukum PDI Perjuangan (PDIP) yang kemudian menyatakan berencana untuk melaporkan KPK ke Dewan Pengawas KPK. Pada Rabu (15/1) DPP PDIP mengumumkan pembentukan tim hukum untuk menghadapi berbagai framing dalam kasus Harun Masiku.
Sebelumnya, Yasonna mengklaim tidak akan dapat mengintervensi kasus Harun Masiku. Ia berharap, berbagai pihak tidak salah persepsi serta membedakan posisinya antara Menkumham dan Ketua DPP PDIP.
"Saya tidak ikut di tim hukum. Saya ketua DPP-nya membentuk tim hukum. Waktu kita bentuk saya umumkan, itulah tugas saya," kata Yasonna usai membuka Raker Evaluasi Kinerja dan Anggaran Program Administrasi Hukum Umum di Yogyakarta, Jumat (17/1).
Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat menegaskan, Yasonna bukan merupakan bagian dari Tim Hukum. Surat Keputusan (SK) Tim Hukum yang dikeluarkan PDIP tidak memuat nama Yasonna sebagai anggotanya.
"Kamu lihat dalam SK itu, dia (Yasonna) tidak masuk dalam tim hukum," ujar Djarot Saiful Hidayat di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Rabu (22/1).
Djarot menjelaskan, peran Yasonna saat hadir dalam pengumuman tim hukum PDIP adalah sebagai Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan DPP PDIP yang menandatangani SK pembentukan tim hukum yang diisi oleh Teguh Samudra, Wayan Sudhirta, Maqdir Ismail dan lain-lain. Namun, Yasonna tidak masuk dalam tim tersebut.
Djarot mengklaim, PDIP menyadari bahwa Yasonna tidak boleh terlibat. Ia menyebut, Yasonna hanya memberikan tanda tangannya dalam pembentukan tim hukum bersama Sekjen PDIP di SK sebagai syarat pembentukan.
"Bukan tidak dilibatkan, karena dia tidak boleh terlibat. Kita paham kok kondisi beliau tapi sebagai ketua DPP yang menandatangani pasti SK itu adalah surat tugas keputusan ketua dan sekjen," kata Djarot.
Jejak Harun Masiku