REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kehadiran Islam di China bukan terjadi satu atau dua dekade terakhir. Kehadiran Muslim di negeri tirai bambu itu tercatat telah berlangsung sejak zaman Dinasti Tang (618-906 Masehi). Untuk itu eksistensi komunitas Muslim di China perlu dilindungi dan diberi hak untuk menjalankan hidup layaknya fitrah setiap manusia.
Dalam buku Ensiklopedia Peradaban Islam Muslim di China karya Muhammad Syafi’i Antonio disebutkan, utusan Rasulullah yakni Sa’d bin Abi Waqash memimpin delegasi ke China di masa pemerintahan Dinasti Tang. Delegasi ini pertama kali mendarat di kota pesisir Guangzhou persisnya di barat daya China.
Utusan ini kemudian mendirikan Masjid Huaisheng atau dikenal dengan nama Masjid Memorial. Masjid ini merupakan masjid pertama yang berdiri di tanah China. Islam pun masuk dari datangnya delegasi tersebut, kemudian lebih dari seabad lamanya setelah itu, pemimpin Dinasti Tang, Tang Zuan Zong, melarikan diri ke wilayah Sinchuan usai terjadi pemberontakan An Xi pada 755 Masehi.
Usai pemberontakan itu, dinasti ini kemudian menyadari perlunya memperkuat dukungan. Untuk itu pada pemerintahan terbaru Dinasti Tang, mereka mempererat hubungan baik dengan kerajaan Islam yang berpusat di dunia Arab yang sebelumnya sempat renggang.
Khalifah Ja’far al-Manshur dari Dinasti Abbasiyah kemudian mengirim kembali utusan dan 4.000 pasukannya guna membantu Dinasti Tang memadamkan serta memulihkan pemberontakan. Sebagai catatan, sebelumnya kehadiran Muslim di China sempat mendapatkan cibiran dari orang-orang kafir China.
Namun usai bantuan tersebut, orang-orang kafir di China menaruh rasa hormat yang tinggi terhadap kaum Muslim. Kontribusi Muslim dalam hal ini merupakan bukti bahwa pasukan Islam sejatinya mampu berperan dalam menjaga stabilitas dan keamanan suatu bangsa.
Seiring berjalannya waktu, sejarah mencatat bahwa pada era Dinasti Tang, peradaban Islam di China cukup berkembang pesar. Di daerah sekitar Pelabuhan Chan Aan yang merupakan ibu kota Dinasti Tang, para pendatang Muslim bermukim di sana. Pada masa itu orang Arab dan Persia mengendalikan kedai-kedai dan juga bandar-bandar yang besar.
Pendatang Muslim di generasi awal inilah yang kemudian mendirikan masjid, sekolah, dan pusat perkotaan yang masif kala itu. Bahkan, kota Bukhara—tempat kelahiran Imam Bukhari—saat itu masih merupakan bagian dari China. Kota ini dikenal dengan julukan sebagai pilar Islam.
Tak hanya itu, kontribusi kaum Muslim di China juga terjadi pada masa Dinasti Song (960-1268 Masehi). Selama kekuasaan dinasti ini berlangsung, kaum Muslim di China mendominasi perdagangan luar negeri berupa industri ke selatan dan barat dunia.
Pada 1070 Masehi, Kaisar Shenzong mengundang sekitar 5.300 pekerja Muslim dari Bukhara untuk tinggal di China. Tujuannya adalah untuk membangun zona penyangga antara China dengan Kekaisaran Liao di wilayah timur laut. Ornag-orang Bukhara ini kemudian menetap di antara Kaifeng dan Yenching (Beijing).
Kaum Muslim yang berdomisili di wilayah itu dipimpin oleh Pangeran Amir Said yang memiliki nama China yaitu So-Fei Er. Beliau pun diberi gelar sebagai Bapak Komunitas Muslim di China. Pada masa ini, pemerintahan China menerapkan sistem pembayaran pajak yang mengadopsi apa yang pernah dilakukan Khalifah Umar bin Khattab.
Begitu pula dengan urusan pemungutan pajak dagang dan pemeriksaan barang-barang oleh pihak bea dan cukai. Sistem ini sedikit banyak mengadopsi peraturan yang dilaksanakan oleh pemerintah Islam.
Sedangkan pada masa Dinasti Yuan (1279-1368 Masehi) atau saat bangsa Mongol memerintah China, toleransi agama begitu dijunjung. Dinasti ini diawali oleh Kubilai Khan yang kemudian menerapkan sistem toleransi yang kuat. Umat Budha, Islam, Kristen, dan agama-agama lainnya dipersilakan untuk saling hidup berdampingan.
Pada era dinasti inilah kemudian umat Islam melakukan hijrah besar-besaran ke China.
Banyak kaum Muslim yang bekerja di kalangan elit bahkan ada yang menjadi gubernur provinsi. Pada 1244 Masehi, Abdul Rahman diangkat oleh Kubilai Khan sebagai Ketua Keuangan Pemerintahan. Di wilayah Yunnan, perkembangan Islam pada era dinasti ini pun cukup pesat.
Pada masa ini, kaum Muslim diberi kesempatan yang sepadan dengan umat beragama lainnya. Dan itu terbukti dengan banyaknya pemimpin Muslim yang menduduki jabatan-jabatan strategis penting di kerajaan.
Perjalanan dan kontribusi umat Islam di China terus berlangsung hingga saat ini. Sejak awal kehadirannya, kontribusi umat Islam di China mewarnai sejarah setiap dinasti yang ada. Untuk itu, sudah selayaknya pemerintah China saat ini menyetop tindakan anarkis dan zalim kepada Muslim Uighur—yang mana merupakan bagian dari warga masyarakatnya sendiri.