REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pengemudi transportasi daring atau ojek online (ojol) yang tergabung dalam Asosiasi Driver Online (ADO) akan mengikuti kegiatan Konferensi Organisasi Driver Online Internasional di London pada tanggal 29 Januari dan 30 Januari mendatang.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) ADO Wiwit Sudarsono mengatakan konferensi yang digagas United Private Hire Drivers (UPHD) akan membahas tentang karut marutnya permasalahan transportasi berbasis aplikasi. Wiwit menyampaikan persoalan transportasi daring terjadi di banyak negara, tidak hanya di Indonesia.
"Hal ini menjadi suatu kebanggaan bagi kami dapat hadir dan berpartisipasi dalam kegiatan tersebut," ujar Wiwit saat dihubungi Republika di Jakarta, Ahad (26/1).
Wiwit menyampaikan, perwakilan ADO akan menyampaikan sejumlah saran dan masukan dengan orientasi pada peningkatan kesejahteraan dan kemandirian para pengemudi daring di Indonesia. Wiwit mengatakan kehadiran transportasi daring merupakan hal yang tidak dapat dicegah lantaran berjalan seiring dengan kemajuan teknologi yang berkembang sangat cepat dan merambah hampir ke seluruh sektor.
"Pada intinya pertemuan ini untuk menginventarisir kasus-kasus yang terjadi di beberapa negara terkait transportasi daring," ucap Wiwit.
Wiwit berharap pertemuan ini mampu memberikan solusi dalam mengatasi permasalahan yang ada. Wiwit menegaskan kehadiran ADO menjadi wadah resmi bagi pengemudi daring menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah. Wiwit mengatakan beratnya tantangan yang dihadapi para pengemudi daring saat munculnya transportasi daring dengan kendaraan roda empat muncul di Indonesia pada 2014 lewat perusahaan AS yakni Uber.
"Pada 2015, terjadi hal yang sangat fenomenal di dunia transportasi daring dengan hadirnya transportasi roda dua (ojek daring) yang dimotori oleh perusahaan nasional, PT Gojek Indonesia," kata Wiwit.
Di tahun yang sama pula, perusahaan asal Malaysia meramaikan sarana transportasi berbasis aplikasi dengan nama Grab. Wiwit menilai antusias masyarakat Jakarta terhadap tiga perusahaan yang menyediakan layanan transportasi daring tak lepas dari buruknya sistem transportasi di Jakarta.
Wiwit tak menampik perjalanan transportasi daring di Indonesia tidak berjalan mulus lantaran banyak terjadi penolakan yang dilakukan pengemudi angkutan umum, taksi konvensional, hingga ojek pangkalan.
"Mereka menolak kehadiran transportasi berbasis Aplikasi tersebut karena merasa tersaingi dan penghasilan berkurang," lanjut Wiwit.
Wiwit menyampaikan keberadaan ADO menjadi wadah bagi seluruh pengemudi transportasi daring dan menjadi sarana dalam menekan pemerintah untuk menerbitkan leraturan yang menjadi payung hukum transportasi berbasis aplikasi.