REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Satu hari setelah Bolivia menangguhkan hubungan diplomatik mereka dengan Kuba, Havana mengatakan pemerintah sementara Bolivia menyabotase hubungan bilateral karena ada tekanan dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Kuba merupakan sekutu penting mantan Presiden Bolivia Evo Morales yang mengundurkan diri setelah terjadi unjuk rasa dan kerusuhan pada November lalu. Kuba juga mendukung penilaian Morales yang menyatakan ia 'dikudeta'.
Di sisi lain presiden sementara Bolivia Jeanine Anez ingin mempererat hubungan dengan pemerintahan Trump. Sejak mulai berkuasa, Trump memberlakukan kembali sanksi kepada Kuba.
"Otoritas sementara dengan ganas mengkampanyekan kebohongan terhadap Kuba, terutama terhadap kerja sama medis Kuba, menghasut kekerasan terhadap staf kami," kata Kementerian Luar Negeri Kuba dalam pernyataan mereka, Ahad (26/1).
Kementerian Luar Negeri Kuba mengatakan fakta-fakta yang ada bertepatan dengan kampanye brutal AS yang bermotif politik. Hal itu terutama terhadap kerja sama medis internasional yang Kuba berikan ke banyak negara.
"(Sejak Morales mundur pejabat AS) menerapkan tekanan terhadap Bolivia untuk merusak hubungan dengan Kuba," kata Kementerian Luar Negeri Kuba.
Departemen Luar Negeri AS belum memberikan komentar. Layanan kesehatan Kuba menjadi salah satu pendapatan terpenting negara itu. Mereka mengirimkan lebih dari 50 ribu pekerja medis ke lebih dari 60 negara.
Sejak dua tahun terakhir kritik terhadap program tersebut semakin keras. Kuba dituduh menjadikan dokter sebagai 'budak kerja' atau menggunakan mereka untuk memicu gejolak di luar negeri. Kuba membantah keras tuduhan tersebut.
Sejak perjanjian dengan Brasil dan Ekuador selesai satu setengah tahun yang lalu. Ribuan dokter Kuba pulang ke negara mereka. Pada November lalu, Bolivia mengeluarkan pernyataan.
"Ada sejumlah tuduhan yang menyatakan warga Kuba telah terlibat dalam aksi agresif yang telah menyiksa negeri kami dalam beberapa hari terakhir," kata Bolivia ketika itu.
Kuba menanggapi pernyataan itu dengan menghentikan misi medis mereka. Havana mengatakan pejabat-pejabat Bolivia telah menghasut kekerasan terhadap 700 dokter Kuba yang dituduh memicu pemberontakan.
Perselisihan antara kedua negara muncul lagi pada Rabu (22/1) lalu. Ketika Anez mengatakan pemerintahan Kuba mengambil 80 persen upah yang Bolivia berikan untuk dokter-dokter Kuba yang bekerja di negara mereka.
Menteri Luar Negeri Kuba membantah tuduhan tersebut. Pada Sabtu (25/1) mereka mengatakan sejak 2006 sampai 2012, Kuba membayar semua ongkos kerja sama medis dengan Bolivia yang mencapai 200 juta dolar AS per tahunnya.
Sejak itu, Bolivia mulai membayar layanan medis karena kondisi keuangan mereka mulai membaik. "Tapi tidak pernah mengirimkan satu dolar pun ke Kuba, dan Kuba pun tidak pernah mendapatkan keuntungan," kata Kementerian Luar Negeri Kuba.