REPUBLIKA.CO.ID, KASHMIR -- Sudah hampir enam bulan berlalu sejak Pemerintah India memutus akses internet di wilayah Kashmir. Masyarakat di sana tak dapat mengakses informasi dan berkomunikasi dengan dunia luar.
Namun, pada Jumat (24/1) lalu, departemen dalam negeri wilayah federal India mengumumkan akan memulihkan akses internet di Kashmir. Pemulihan dimulai pada Sabtu (25/1).
"Layanan data seluler dan akses internet melalui saluran tetap akan diizinkan melalui Wilayah Serikat Jammu dan Kashmir dengan beberapa batasan," kata departemen dalam negeri wilayah federal India, seperti dikutip laman Aljazirah.
Pada 10 Januari lalu, Mahkamah Agung India memang telah memerintahkan agar pembatasan akses internet segera dicabut. Menurutnya, tindakan tersebut tak diizinkan.
"Penangguhan kebebasan bergerak, internet, dan kebebasan dasar tidak bisa menjadi upaya kekuasaan yang sewenang-wenang," kata Mahkamah Agung India.
Meskipun, saat ini akses internet di Kashmir mulai dipulihkan, masyarakat tetap melayangkan kritik dan keluhan. Pasalnya, kecepatan akses masih sangat dibatasi.
"Saya sangat frustrasi. Apa yang akan dilakukan seorang mahasiswa dengan kecepatan internet 2G? Apakah Anda pikir itu adil setelah enam bulan (pemutusan akses)?" ujar Zainab Shahid, seorang mahasiswa bidang manajemen, dikutip laman Aljazirah.
Dia mengatakan Pemerintah India mungkin ingin menunjukkan pada dunia bahwa mereka telah memulihkan akses internet di Kashmir. "Tapi di lapangan tidak ada gunanya bagi saya. Dibutuhkan berjam-jam untuk membuka surel sederhana," ucap Shahid.
Lambannya akses internet juga dikeluhkan seorang penjaga toko bernama Shameem Ahmad. Dia mengaku kesulitan menyelesaikan transaksi bank dan seringkali gagal memproses permintaan.
Selain kecepatan yang masih dibatasi, masyarakat Kashmir juga belum bisa mengakses semua situs web di internet. Hanya terdapat 300 situs yang dapat dibuka. Situs-situs tersebut, menurut Pemerintah India, telah masuk dalam "daftar putih".
Pemutusan akses internet selama hampir lima bulan terakhir telah menimbulkan kerugian finansial yang besar bagi masyarakat Kashmir. Menurut Kepala Kamar Dagang dan Industri Kashmir, Sheikh Ashiq pemutusan internet menyebabkan kerugian ekonomi sebesar 2,5 miliar dolar AS.
"Peminjam lembaga keuangan kehilangan kapasitas mereka untuk memenuhi komitmen mereka dan sejumlah besar rekening cenderung bangkrut. Banyak perusahaan bisnis telah tutup atau sedang mempertimbangkan penutupan," kata Kamar Dagang dan Industri Kashmir dalam laporannya.
Sektor-sektor yang secara langsung bergantung pada internet, seperti teknologi informasi dan e-commerce juga sangat terdampak. Mereka mengalami kemunduran yang melumpuhkan.
"Pemulihan internet bermakna sangat sedikit. Sebelum 5 Agustus (awal pemutusan internet), kami memiliki lintasan positif, tapi sekarang kami berjuang untuk mempertahankan bisnis. Bahkan jika mereka (Pemerintah India) mengembalikan 4G, kita harus mengulang banyak pekerjaan," kata Asim Mehraj, seorang pemilik toko buku daring.
Kamar Dagang dan Industri Kashmir memperkirakan sektor pariwisata dan kerajinan menghadapi masa depan suram akibat pemutusan akses internet. India memblokir akses internet di Kashmir pada 5 Agustus 2019.
Hal itu sesaat setelah India mencabut status khusus wilayah tersebut. Keputusan India mengubah status Kashmir memicu aksi protes dari masyarakat di sana.
Mereka khawatir langkah itu dapat mengubah komposisi demografis Kashmir. Sebab ia merupakan satu-satunya wilayah di India yang penduduknya mayoritas Muslim.
Seiring dengan aksi-aksi demonstrasi yang kian masif, India tak hanya memutus jaringan internet. Mereka mengerahkan ribuan pasukan, mendirikan pos pemeriksaan, dan memberlakukan jam malam.
Negara tetangga, Pakistan, turut memprotes tindakan-tindakan yang diambil India, terutama perihal pencabutan status khusus Kashmir. Pakistan memutuskan menurunkan hubungan diplomatiknya dengan New Delhi. Tak hanya itu perdagangan antara kedua negara dibekukan.
Sejak merdeka dari Inggris pada 1947, Kashmir terpecah dua. Dua per tiga wilayahnya dikuasai India, sementara sisanya dimiliki Pakistan. Wilayah itu kemudian dipisahkan dengan garis Linr of Control (LoC). Perselisihan akibat sengketa Kashmir telah membuat India dan Pakistan tiga kali berperang, yakni pada 1948, 1965, dan 1971.