Selasa 28 Jan 2020 12:37 WIB

Jokowi Minta MK Dukung Omnibus Law

Jokowi mengklaim tujuan omnibus law sesuai amanat konstitusi.

Red: Nur Aini
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan saat sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 MK di Gedung MK, Jakarta, Selasa (28/1/2020).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan saat sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 MK di Gedung MK, Jakarta, Selasa (28/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo meminta dukungan Mahkamah Konstitusi terkait pengajuan omnibus law Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan.

"Pada kesempatan ini saya mengharapkan dukungan berbagai pihak untuk bersama-sama dengan pemerintah berada dalam satu visi besar untuk menciptakan hukum yang fleksibel, sederhana, kompetitif, dan responsif demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana amanat konstitusi kita," kata Presiden Joko Widodo di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa (28/1).

Baca Juga

Presiden Joko Widodo menyampaikan hal tersebut dalam acara "Penyampaian Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi Tahun 2019" yang dihadiri Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, Wakil Ketua MK Aswanto, para hakim MK Enny Nurbaningsih, Manahan MP Sitompul, Wahiddudin Adams, Arief Hidayat, Daniel Yusmic P Foekh, Saldi Isra, Suhartono; Ketua DPR Puan Maharani, dan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali serta para pejabat terkait lainnya.

"Pemerintah bersama DPR berupaya mengembangkan sistem hukum yang kondusif, dengan mensinkronkan UU melalui satu undang-undang saja, satu omnibus law. Berbagai ketentuan dalam puluhan undang-undang akan dipangkas, disederhanakan, dan diseleraskan dalam 'omnibus law' Cipta Lapangan Kerja dan 'omnibus law' Perpajakan yang sedang disiapkan dan akan diberikan ke DPR," kata Presiden.

Istilah omnibus law pertama diperkenalkan Presiden Joko Widodo dalam pidato perdana setelah dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019. Istilah "omnibus law" berasal dari "omnibus bill" yaitu UU yang mencakup berbagai isu atau topik.

Presiden Jokowi dalam rapat terbatas 15 Januari 2020 lalu menargetkan agar pembahasan "omnibus law" di DPR dapat dilakukan hanya dalam 100 hari kerja.

"Omnibus law memang belum populer digunakan di sini, tapi sudah banyak diterapkan di Amerika Serikat, Filipina, ini adalah strategi reformasi regulasi, harapannya hukum kita lebih sederhana, fleksibel, responsif dalam menghadapi perubahan yang terjadi," kata Presiden.

Omnibus law tersebut direncanakan akan merevisi 1.244 pasal dari 79 undang-undang. Omnibus law tersebut diklaim pemerintah sudah dibahas dengan 31 kementerian dan lembaga, sudah menerima masukan dari berbagai pemangku kepentingan seperti tujuh konfederasi buruh dan 28 serikat buruh lain.

Ada 11 klaster yang akan diatur dalam omnibus law tersebut yaitu klaster penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan pemberdayaan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah serta kawasan ekonomi dan kawasan industri.

Untuk memuluskan pembahasan omnibus law, pemerintah membentuk Satuan Tugas (satgas) omnibus law yang beranggotakan 127 orang yang terdiri atas perwakilan dari kementerian atau lembaga terkait, pengusaha, akademisi, kepala daerah, dan tokoh-tokoh masyarakat.

Pada Selasa (14/1), Presiden Jokowi sudah bertemu dengan para ketua umum partai koalisi untuk membahas omnibus law dan perpindahan ibu kota negara di Istana Negara. Dalam acara itu, hadir antara lain Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, Plt Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa, dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement