REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengunggah sebuah tulisan panjang tentang Krisis Jiwasraya. Dalam tulisan yang diunggah di status Facebook-nya pada Senin (27/1) kemarin itu, ia menyinggung wacana pembentukan Pansus Jiwasraya yang sempat menyeruak di kalangan parlemen.
SBY menilai, tujuan Pansus terlihat positif, agar kasus besar Jiwasraya bisa diselidiki dan diselesaikan secara tuntas. Bahkan, menurut sejumlah anggota DPR RI dari Partai Demokrat, yang menggebu-gebu untuk membentuk Pansus juga dari kalangan partai-partai koalisi.
"Tentu ini menarik. Meskipun belakangan kita ketahui bahwa koalisi pendukung pemerintah lebih memilih Panja. Bukan Pansus," tulis SBY dalam unggahannya tersebut.
Kemudian, SBY mengatakan, ia menggali lebih lanjut alasan-alasan pihak-pihak yang ingin membentuk Pansus. SBY kemudian justru terkejut saat mendalami hal tersebut.
"Ketika saya gali lebih lanjut mengapa ada pihak yang semula ingin ada Pansus, saya lebih terperanjat lagi. Alasannya sungguh membuat saya “geleng kepala”. Katanya... untuk menjatuhkan sejumlah tokoh," kata SBY.
Sejumlah nama menteri dan mantan menteri, disebut SBY, seperti ditarget dalam wacana pembentukan Pansus ini. "Ada yang “dibidik dan harus jatuh” dalam kasus Jiwasraya ini. Menteri BUMN yang lama, Rini Sumarno harus kena. Menteri yang sekarang Erick Thohir harus diganti. Menteri Keuangan Sri Mulyani harus bertanggung jawab. Presiden Jokowi juga harus dikaitkan," ujar SBY.
SBY mengakui berita tersebut belum tentu benar dan akurat. Namun, SBY telah menentukan sikap bahwa tujuan “target-targetan” itu tak baik.
Lalu, SBY pun mengimbau pada para kader Demokrat yang menjadi anggota DPR RI agar tidak memiliki pemikiran untuk menarget seseorang. "Punya niat dan motif seperti itu. Itu salah besar. Nama-nama yang sering disebut di arena publik, dan seolah pasti terlibat dan bersalah, belum tentu bersalah. Termasuk tiga nama tadi," kata SBY.
Ketua umum Demokrat itu pun mengaku mengenal, Sri Mulyani, Rini, dan Erick sebagai sosok yang kompeten dan mau bekerja keras. Ia juga menduga, Jokowi juga tidak mengetahui jika ada penyimpangan besar di tubuh Jiwasraya itu.
Karena itu, ia meminta agar Jokowi tak langsung dikaitkan. "Prinsipnya, jangan memvonis siapapun sebagai bersalah, sebelum secara hukum memang terbukti bersalah," ujar SBY.
SBY kemudian menyinggung kasus Pasca Pemilu 2009, di mana dunia politik digaduhkan oleh isu bail-out Bank Century. Saat itu, SBY juga merasa ada yang dibidik dan hendak dijatuhkan.
"Saya sangat tahu bahwa yang harus jatuh adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan juga mantan Gubernur BI, Wakil Presiden Boediono. Jika bisa, SBY juga diseret dan dilengserkan. Memang cukup seram," ujar SBY.
Rumor dan berita yang dibangun, diisukan jumlah dana 6,7 triliun dalam penyelamatan Bank Century semuanya mengalir ke Tim Sukses SBY dalam Pilpres 2009. Termasuk para petinggi Partai Demokrat. Kemudian, Pansus dibentuk, hak angket digunakan oleh DPR RI.
Namun, SBY mengaku tetap tenang. "Saya juga tak takut dengan dibentuknya Pansus. Bahkan tak pernah menghalanginya," kata SBY. Ia lalu mempersilakan seluruh proses berjalan, bahkan menantang audit BPK dan proses hukum untuk membuktikan segala tuduhan.
Terlepas dari itu, SBY pun mengamanatkan agar politisasi kasus tak terus terjadi. Ia meminta agar suatu krisis kemudian tak dijadikan ajang untuk menjatuhkan atau menarget seorang pejabat publik.
Selama 10 tahun SBY mengklaim tak pernah henti menerima tuduhan, fitnah dan juga pembunuhan karakter. "Sebagai manusia saya, dan juga almarhumah Ani Yudhoyono, sangat merasakan betapa menderita dan tidak adilnya perlakuan sebagian kalangan itu," ujar SBY.
"Karenanya, saya menyeru janganlah cara-cara buruk itu terus kita jalankan di negeri ini. Tak perlu presiden-presiden setelah saya harus mengalami nasib yang sama," kata SBY berpesan.