Rabu 29 Jan 2020 12:19 WIB

Sejak 2019, KPAID Tasik Tangani Tujuh Kasus Perundungan

Dari tujuh kasus itu, satu orang mengalami stres dan depresi berat

Rep: Bayu Adji P/ Red: Esthi Maharani
KPAID Kabupaten Tasikmalaya
Foto: Republika/Bayu Adji P
KPAID Kabupaten Tasikmalaya

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya mencatat, sejak 2019 telah menangani tujuh kasus perundungan kepada anak. Dari tujuh kasus itu, satu korban diduga akibat perundungan mengalami stres dan depresi berat.

Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto mengatakan, kasus perundungan kepada anak bisa terjadi di mana saja. Bisa sekolah, lingkungan rumah, atau bahkan dalam lingkungan keluarganya sendiri. "Perundungan juga akan semakin kuat dampaknya dengan adanya pengaruh media sosial," kata dia kepada Republika, Selasa (28/1).

Menurut dia, sebenarnya perundungan tidak akan terpengaruh jika anak memiliki ketahanan mental yang kuat. Jika anak memiliki sifat ceria dan terbuka, lanjut dia, mereka akan menganggap itu sebagai candaan biasa. Namun ketika anak itu cenderung sensitif dan tertutup, perundungan akan memberikan dampak.

Ato menjelaskan, salah satu cara untuk mendidik agar mental anak menjadi kuat ada pada orang tua atau keluarga. Keluarga harus bisa memahami karakter anak secara utuh, sehingga hal yang mungkin terjadi dalam lingkungan anak, dapat diantisipasi.

Ia mencontohkan, selama 2019 KPAID Kabupaten Tasikmalaya menerima sebanyak enam kasus perundungan yang terjadi di sekolah, lingkungan rumah, atau bahkan di dalam lingkungan keluarga. "Untuk menanganinya, saya pikir kuncinya ada pada orang tua agar bisa menguatkan anak kita, dengan menjadi idola bagi anak. Itu bisa menjadi penangkal," kata dia.

Sementara itu, salah satu kasus dengan dampak paling parah diduga akibat perundungan ditangani KPAID Kabupaten Tasikmalaya pada awal 2020. Salah seorang siswa kelas V di salah satu sekolah di Desa Pamijahan, Kecamatan Bantarkalong, Kabupaten Tasikmalaya, mengalami depresi berat diduga akibat sering mendapatkan perundungan oleh teman-teman di sekolahnya.

Akibat kejadian yang dialaminya, siswa berinisial N (11 tahun) itu mesti mendapatkan perawatan intensif di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (SMC) Kabupaten Tasikmalaya, sejak Sabtu (18/1). Ato mengatakan, berdasarkan hasil investigasi KPAID, korban sering diejek teman-temannya dengan sebutan anak orang miskin dan lain sebagainya.

Hal itu, lanjut dia, memengaruhi kondisi kesehatannya, ditambah unsur lainnya. "Korban sampai hilang ingatan sementara ini," kata dia.

Namun, menurut dia, kondisi yang dialami korban saat ini belum dapat dipastikan disebabkan akibat perundungan. Hanya dugaan, tetapi ada indikasi.

Sementara itu, kepala sekolah tempat korban N belajar, Wawan mengatakan, pihaknya akan menanggung biaya pengobatan siswanya itu hingga pulih. Yang penting, lanjut dia, siswa mereka dapat segera sembuh.

"Kondisi terakhir pandangan kosong. Dia tidak mengenal siapa-siapa, bahkan kepada orang tuanya sendiri," kata dia.

Wawan mengaku sangat prihatin dengan kondisi siswanya itu. Apalagi N disebut sebagai salah satu siswa yang pintar karena selalu masuk dalam peringkat 10 besar di kelasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement