Rabu 29 Jan 2020 13:10 WIB

Rencana Perdamaian Timteng Dinilai Pengalihan Isu Pemakzulan

Pengumuman rencana perdamaian Timur Tengah dinilai sebagai upaya pengalihan isu

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana perdamaian Timur Tengah bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih. Pengumuman rencana perdamaian Timur Tengah dinilai sebagai upaya pengalihan isu.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana perdamaian Timur Tengah bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih. Pengumuman rencana perdamaian Timur Tengah dinilai sebagai upaya pengalihan isu.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan rencana perdamaian Timur Tengah yang diumumkan di Gedung Putih adalah upaya pengalihan isu dari sidang pemakzulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Rencana perdamaian itu juga dinilai pengalihan isu kasus korupsi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Palestina bersikeras menolak rencana perdamaian yang digembar-gemborkan sebagai "Kesepakatan Abad Ini". "Ini adalah rencana untuk melindungi Trump dari pemakzulan dan melindungi Netanyahu dari penjara. Ini bukan rencana perdamaian Timur Tengah," ujar Shtayyeh dilansir Guardian, Rabu (29/1).

Baca Juga

Netanyahu menghadapi tiga dakwaan korupsi jelang pemilihan umum pada Maret mendatang. Pada November lalu, jaksa agung Israel Avichai Mandelblit mendakwa Netanyahu atas tuduhan korupsi. Ini pertama kalinya perdana menteri Israel mendapat dakwaan semacam itu.

Pada Selasa lalu, bertepatan dengan pengumuman rencana perdamaian Timur Tengah, Netanyahu menarik upaya untuk mendapatkan kekebalan hukum atas dakwaan korupsi. Dia mengatakan   tidak mau terlibat dalam 'permainan kotor'. Dia juga membantah telah melakukan tindak pidana korupsi.

Rencana perdamaian Timur Tengah yang diinisiasi oleh AS mendapatkan kecaman dari Palestina. Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut rencana perdamaian itu sebagai 'tamparan abad ini' ketimbang 'kesepakatan abad ini'.

Salah satu isi dari kesepakatan itu adalah memutuskan bahwa Yerusalem tetap menjadi ibu kota Israel. Sedangkan ibu kota Palestina ditetapkan di Yerusalem Timur tepatnya di wilayah Abu Dis.

"Yerusalem tidak untuk dijual, hak-hak kami tidak untuk dijual dan tidak dapat ditawar. Kesepakatan dan konspirasi ini tidak akan terjadi," ujar Abbas.

Rencana perdamaian Timur Tengah menuai protes di sejumlah wilayah di Palestina dan Yordania. Di Gaza, seorang mahasiswa bernama Ahmed Shafiq mengatakan proposal perdamaian itu telah merampas hak-hak warga Palestina.

"Ada pembicaraan tentang perampasan semua hak. Tidak ada yang membantu kami. Kami merasa sendirian. Saya tidak menentang perdamaian, tetapi yang dibicarakan bukanlah perdamaian. Perdamaian tidak dipaksakan," ujar Shafiq.

Dua faksi politik Palestina yakni Hamas dan Fatah menggelar pertemuan darurat pada Selasa malam. Namun belum diketahui hasil dari pertemuan itu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement