REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (29/1) mengagendakan pembacan tuntutan kepada Dede Lutfi Alfiandi. Lutfi terdakwa kasus dugaan melawan polisi saat aksi pelajar tolak RKUHP di Gedung DPR RI, September 2019 lalu.
"Agendanya (pembacaan) tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), pukul 14.30 WIB," kata Pengacara Lutfi, Sutra Dewi kepada wartawan, Rabu.
Sebagaimana diketahui, Jaksa penuntut umum (JPU) Andri Saputra menjerat Lutfi dengan pasal berlapis yakni Pasal 212 KUHP juncto Pasal 214 KUHP atau Pasal 170 ayat (1) KUHP atau Pasal 218 KUHP. Pasal 212 mengatur pidana bagi setiap orang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan pejabat yang menjalankan tugas dengan ancaman pidana maksimal 1 tahun empat bulan.
Adapun, Pasal 214 ayat 1 berbunyi paksaan dan perlawanan berdasarkan Pasal 211 dan 212 jika dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. Pasal 170 KUHP mengatur tentang kekerasan terhadap orang atau barang dengan ancaman beragam mulai dari maksimal 5 tahun enam bulan hingga 12 tahun.
Sedangkan, Pasal 218 KUHP mengatur mengenai barang siapa yang dengan sengaja tidak pergi setelah diperintah tiga kali, saat ada kerumunan. Keikutsertaan itu diancam dengan pidana penjara paling lama 4 bulan dua minggu.
Terdakwa pengunjukrasa pada aksi pelajar, Dede Lutfi Alfiandi (kanan) memeluk ibunya Nurhayati Sulistya (kiri) sebelum mengikuti sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2019).
Dede Lutfi Alfiandi (20) adalah pemuda yang membawa Bendera Merah Putih saat melakukan aksi bersama siswa STM dan SMK di depan kompleks DPR RI pada September tahun lalu. Ia ditangkap polisi atas tuduhan penyerangan terhadap aparat.
Dalam proses persidangannya, Senin (20/1), Lufti mengaku kepada hakim bahwa ia disiksa hingga disetrum selama setengah jam oleh penyidik saat memberikan keterangan di Polres Jakarta Barat. Penyiksaan itu, kata Lutfi, ditujukan agar dirinya mengaku sebagai pelempar batu kepada aparat saat berdemonstrasi.
Sutra Dewi, kuasa hukum Lutfi dari Lembaga Bantuan Hukum Komite Barisan Advokasi Rakyat (LBH KOBAR), mengatakan, pihaknya juga baru mengetahui dugaan penyiksaan itu saat persidangan. Sebab, Lutfi jarang menceritakan apa yang dia alami. Dia lebih cenderung diam.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Teuku Arsya telah membantah pengakuan Lutfi. "Enggak mungkin, kita kan polisi modern, dia mengaku karena setelah itu ditunjukkan ada rekaman video dia di lokasi. Dia lempar batu, itulah petunjuk kenapa dia diamankan," ujar Arsya saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (21/1).
Mabes Polri menyatakan melakukan pemeriksaan Lutfi dalam kasus ricuh demo pelajar sudah sesuai prosedur. Polri pun memilih menunggu proses yang sekarang berjalan di pengadilan.
"Nanti tunggu sidangnya selesai ya. Ya seperti buat baju baru tapi lengan doang. Itu kan belum jadi toh," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono di Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Kamis (23/1).