Kamis 30 Jan 2020 06:01 WIB

Kondisi Sektor Keuangan Inggris Saat Keluar Uni Eropa

Sektor keuangan akan menjadi sangat penting bagi Inggris setelah keluar Uni Eropa.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berbicara mengenai Inggris keluar Uni Eropa atau Brexit, ilustrasi
Foto: AP Photo/Matt Dunham
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berbicara mengenai Inggris keluar Uni Eropa atau Brexit, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris resmi meninggalkan Uni Eropa pada Jumat (30/1) mendatang. Tapi belum ada kesepakatan yang diraih dalam negosiasi hubungan perdagangan di masa depan.

Uni Eropa adalah pasar terbesar layanan keuangan Inggris. Ekspornya mencapai 26 miliar poundsterling per tahun. Tingginya perdagangan itu membantu London mempertahankan posisi sebagai salah satu pusat keuangan dunia dan industri keuangan menjadi sektor yang sangat penting bagi Inggris.

Baca Juga

Berikut sejumlah hal yang terjadi di sektor keuangan Inggris setelah Brexit.

Apa yang Berubah Setelah 31 Januari?

Secara pasti belum ada yang berubah. Proses bisnis akan berjalan seperti biasa sampai akhir 2020 di mana masa transisi berakhir. Artinya investor Inggris dan Uni Eropa tidak akan melihat perubahan saat bursa saham dibuka pada Senin (3/1) Febuari. Inggris tetap menerapkan seluruh peraturan keuangan Uni Eropa sampai akhir bulan Desember. Selama masa transisi ini bank-bank, perusahaan manajemen aset dan asuransi Inggris tetap memiliki akses penuh terhadap investor Uni Eropa.  

Mulai Ada Pergerakan pada Bulan Juni

Inggris dan Uni Eropa akan mulai menggelar perundingan kesepakatan dagang yang akan berlaku pada Januari 2021. Akses layanan keuangan ke pasar masing-masing akan berada di bawah apa yang disebut rezim ekuivalensi (equivalence regime).

Artinya, masing-masing pihak akan memutuskan apakah peraturan stabilitas keuangan dan perlindungan investor pihak lain selaras dengan peraturan mereka atau tidak. Bila selaras maka pihak lain akan diberi akses ke pasar.

Uni Eropa dan Inggris sudah sepakat untuk menyelesaikan asesmen teknis ekuivalensi ini pada akhir bulan Juni. Pembuat kebijakan Inggris mengatakan negara mereka adalah negara yang paling ekuivalen di dunia.

Namun, Uni Eropa sudah menegaskan akses aktual tergantung dengan kesepakatan perdagangan di seluruh sektor perekonomian. Tanpa ekuivalensi investor-investor Uni Eropa mungkin akan berhenti menggunakan bursa di London yang didominasi saham Eropa.

Sementara, perusahan-perusahaan Uni Eropa harus menggunakan bank-bank di blok tersebut untuk mengeluarkan obligasi. Tanpa ekuivalensi pengelola aset di Inggris mungkin tidak diizinkan untuk menjalankan dana yang berdomisili di Uni Eropa.

Bahkan dengan ekuivalensi yang aksesnya jauh lebih bebas dibandingkan sistem 'pasporting' yang beroperasi saat ini. Hanya akan ada akses terbatas ke Inggris karena equivalence regime tidak mencakup dasar-dasar perbankan dan asuransi.

Penggelembungan

Perusahaan-perusahaan keuangan Inggris telah membuka lebih dari 700 cabang di Uni Eropa. Hal ini dilakukan untuk menghindari gangguan terhadap bisnis bila ada gesekan. Seperti keterlambatan untuk meraih ekuivalensi dan tekanan dari pembuat kebijakan Uni Eropa untuk tetap menggelembung.

Kantor konsulat EY memperkirakan ada sekitar 7.000 pekerja yang pindah dari Inggris ke cabang-cabang tersebut. Walaupun para bankir mengatakan akan terus meningkatkan pada tahun ini bila tidak ada kesepakatan ekuivalensi pada bulan Desember.

Tidak Ada Kebakaran Regulasi

Setelah meninggalkan Uni Eropa maka Inggris harus menulis peraturan keuangan yang sampai kini berasal dari blok regional tersebut. Tapi sektor keuangan mengatakan mereka tidak ingin 'kebakaran regulasi'. Sesuatu yang membahayakan ekuivalensi dan banyak peraturan Uni Eropa yang sudah mengikuti dengan prinsip-prinsip yang kesepakatan seluruh dunia.

Sektor keuangan ingin pembuat kebijakan Inggris memiliki wewenang resmi untuk menghindari peraturan baru yang dapat membuat London tidak dapat menyaingi New York atau Franfurt.

Bank-bank juga menekan pemerintah Inggris untuk melonggarkan pajak dan retribusi sektor keuangan. Sementara mereka juga meminta agar sistem imigrasi tetap dapat merekrut karyawan yang terampil dari seluruh dunia. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement