Kamis 30 Jan 2020 11:01 WIB

Cabai Mahal, Pembeli di Solo Buru Cabai Layu

Meski cabai layu, namun masih cukup enak dikonsumsi.

Cabai Mahal, Pembeli di Solo Buru Cabai Layu.
Foto: ANTARA FOTO
Cabai Mahal, Pembeli di Solo Buru Cabai Layu.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Cabai layu mulai diminati pembeli di Solo, Jawa Tengah, seiring dengan lonjakan harga cabai rawit merah hingga mencapai Rp 76 ribu-Rp 80 ribu per kilogram.

"Beberapa pembeli tanya, ada cabai yang sudah layu atau tidak. Jadi ya saya jual," kata salah satu pedagang cabai di Pasar Legi, Handayani, Kamis (30/1).

Baca Juga

Ia mengatakan cabai yang mulai layu ini dihargai sekitar Rp 15 ribu-Rp 20 ribu/Kg. Menurut dia, meski cabai layu namun masih cukup enak dikonsumsi.

"Tidak sampai keluar ulatnya, hanya sudah empuk, kalau yang masih segar kan cabainya keras," katanya.

Ia mengatakan untuk pengolahan cabai tersebut biasanya hanya digunakan kulitnya. Sedangkan biji cabai dipisahkan untuk selanjutnya ditanam. Menurut dia, kulit cabai yang sudah dipisahkan dari biji bisa diolah dengan cara direbus atau dikeringkan terlebih dahulu.

Senada, pedagang lain Sri Lestari, mengatakan semenjak harga cabai melonjak, konsumen mulai banyak mencari cabai yang mulai layu. "Biasanya digunakan untuk sambal, kebanyakan yang cari itu penjual makanan yang ada sambalnya. Memang harganya jauh lebih murah," katanya.

Sejak beberapa minggu terakhir harga cabai terus mengalami kenaikan memasuki musim hujan. Meski demikian, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang pada Rabu (29/1) melakukan sidak mengatakan masih akan mengidentifikasi penyebab kenaikan harga tersebut.

"Apakah memang karena hujan sehingga panen terbatas atau alasan lain," kata Wakil Ketua TPID Surakarta Bambang Pramono.

Terkait hal itu, tidak menutup kemungkinan TPID akan mendatangkan pasokan cabai dari daerah lain yang hingga saat ini produksinya masih relatif normal, salah satunya dari Jawa Timur.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement