REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Amarah kerap tidak terbendung. Demikian juga dalam urusan berumah tangga. Tidak hanya di pihak suami, kerap pula istri tak mampu menahan marahnya kepada suami karena satu dan lain hal.
Namun, bagaimanakah marah yang dicontohkan istri Rasulullah SAW? Direktur Aswaja Center Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin, menjelaskan demikian:
ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﺭَﺿِﻲَ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬَﺎ، ﻗَﺎﻟَﺖْ: ﻗَﺎﻝَ ﻟِﻲ ﺭَﺳُﻮﻝُ اﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ: «ﺇِﻧِّﻲ ﻷََﻋْﻠَﻢُ ﺇِﺫَا ﻛُﻨْﺖِ ﻋَﻨِّﻲ ﺭَاﺿِﻴَﺔً، ﻭَﺇِﺫَا ﻛُﻨْﺖِ ﻋَﻠَﻲَّ ﻏَﻀْﺒَﻰ»
Aisyah menyebutkan bahwa Nabi SAW berkata kepadanya: "Aku tahu kapan kau senang kepadaku dan kapan kau marah padaku."
ﻗَﺎﻟَﺖْ: ﻓَﻘُﻠْﺖُ: ﻣِﻦْ ﺃَﻳْﻦَ ﺗَﻌْﺮِﻑُ ﺫَﻟِﻚَ؟
Saya bertanya: "Dari mana engkau tahu?"
ﻓَﻘَﺎﻝَ: " ﺃَﻣَّﺎ ﺇِﺫَا ﻛُﻨْﺖِ ﻋَﻨِّﻲ ﺭَاﺿِﻴَﺔً، ﻓَﺈِﻧَّﻚِ ﺗَﻘُﻮﻟِﻴﻦَ: ﻻَ ﻭﺭﺏ ﻣﺤﻤﺪ، ﻭَﺇِﺫَا ﻛُﻨْﺖِ ﻋَﻠَﻲَّ ﻏَﻀْﺒَﻰ، ﻗُﻠْﺖِ: ﻻَ ﻭَﺭَﺏِّ ﺇِﺑْﺮَاﻫِﻴﻢَ "
Nabi menjawab: "Jika kau senang padaku maka kau akan berkata "Demi Tuhannya Muhammad". Jika kau marah maka kau berkata: "Demi Tuhannya Ibrahim"
ﻗَﺎﻟَﺖْ: ﻗُﻠْﺖُ: ﺃَﺟَﻞْ ﻭَاﻟﻠَّﻪِ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ اﻟﻠَّﻪِ، ﻣَﺎ ﺃَﻫْﺠُﺮُ ﺇِﻻَّ اﺳْﻤَﻚَ
Saya berkata: "Benar wahai Rasulullah. (Jika saya marah) saya hanya meninggalkan namamu." (HR Bukhari)
Kiai Ma’ruf menyimpulkan, jadi marahnya istri yang sesuai sunah adalah cukup tidak menyebut nama suami. "Jika istri sampai pergi meninggalkan rumah maka marah yang keluar dari sunah,” kata dia dalam keterangannya kepada Republika.co.id, di Jakarta, Kamis (30/1).