REPUBLIKA.CO.ID, RABAT -- Kuwait dan Maroko turut merespons rencana perdamaian Timur Tengah, termasuk konflik Israel-Palestina, yang baru saja diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Rencana itu menuai kecaman dari Palestina karena dianggap membela dan mengamankan kepentingan politik Israel.
Maroko mengisyaratkan konflik Israel-Palestina harus diselesaikan melalui solusi yang adil atau tak hanya memihak pada kepentingan Israel. "Selagi mengakui upaya AS untuk mengakhiri konflik antara Israel dan Palestina, Maroko menemukan bahwa solusinya harus memenuhi hak-hak sah rakyat Palestina," kata Kementerian Luar Negeri Maroko dalam sebuah pernyataan pada Rabu (29/1).
Maroko enggan berkomentar banyak mengenai rencana perdamaian yang disusun Trump. Ia hanya mengatakan akan mempelajarinya dengan sangat teliti.
Kuwait menilai permasalahan Israel-Palestina harus ditangani dengan resolusi internasional yang relevan. "Solusi yang adil dan komprehensif untuk masalah Palestina hanya dapat dicapai melalui kepatuhan terhadap resolusi legitimasi internasional yang relevan dan kerangka acuan yang ditetapkan oleh komunitas internasional. Terutama negara (Palestina) yang merdeka dan berdaulat pada perbatasan 4 Juni 1967 dengan ibu kotanya Yerusalem Timur," kata Kementerian Luar Negeri Kuwait.
Trump mengumumkan rencana perdamaian Timur Tengah pada Selasa (28/1) lalu. Dalam rencana itu, Trump tetap menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tak terbagi. Ia pun mengakui pendudukan Israel atas sebagian wilayah Tepi Barat dan Lembah Yordan.
Sementara untuk Palestina, Trump mengusulkan Abu Dis sebagai ibu kota negara. Abu Dis adalah sebuah kota yang berada di Yerusalem Timur. Terkait hal itu, Trump menetapkan lini waktu selama empat tahun bagi Israel dan Palestina untuk menyetujui pengaturan keamanan.
Trump mengatakan dalam 10 tahun ke depan akan ada satu juta pekerjaan baru bagi warga Palestina. Selain itu, investasi sebesar 50 miliar dolar AS akan ditanamkan di Palestina. Hal itu bertujuan membantu perekonomian Palestina.
Detail rencana itu tentu banyak mengabaikan tuntutan Palestina dan mengabulkan sebagian besar permintaan Israel. Palestina diketahui telah berulang kali menegaskan bahwa mereka hendak menjadi negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Palestina pun kerap menyatakan hal tersebut tak dapat ditawar.
Kemudian perihal solusi ekonomi, Palestina menolaknya. Menurutnya, solusi politik lebih dibutuhkan dalam menyelesaikan konflik dengan Israel.