REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) tahun ini berencana menerbitkan obligasi daerah untuk pembiayaan sejumlah proyek strategis di Jabar. Menurut Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, setidaknya ada dua proyek strategis yang akan dibiayai oleh obligasi daerah.
“Tahun ini kita targetkan sudah bisa mengeluarkan obligasi daerah. Sudah kita bahas dengan OJK dan berbagai persiapan,” ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil, di Gedung Sate usai acara pertemuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jabar dengan industri jasa keuangan, Kamis (30/1).
Emil mengatakan, dua proyek yang menjadi target untuk dibiayai melalui obligasi daerah adalah pembangunan LRT Bandung Raya dan pembangunan sebuah rumah sakit.
Sementara menurut Kepala OJK Jawa Barat Tri Gunawan, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui percepatan pembangunan infrastruktur OJK dan tim percepatan penerbitan Obligasi Daerah telah beberapa kali mengadakan pertemuan dengan Pemprov Jabar.
“Potensi peminat di Jabar tentunya tinggi. Kami mendorongnya sebagai salah satu alternatif pembiayaan daerah,” kata Tri.
Tri mengatakan, kinerja pasar modal di Jawa Barat juga turut menunjukkan perkembangan yang positif. Masyarakat, saat ini mulai melirik produk-produk pasar modal sebagai wahana investasi, tercermin dari peningkatan penetrasi pasar melalui investor individual Jawa Barat yang saat ini tercatat meningkat sebesar 64,55 persen, melebihi persentase peningkatan investor nasional dengan nilai transaksi tercatat sebesar 145 Triliun dengan porsi 5,5 persen dari total transaksi nasional.
Sepanjang tahun 2019, kata dia, tercatat sembilan emiten baru di Jabar yang melakukan aktivitas penghimpunan dana melalui penawaran umum di pasar modal. Sehingga, terdapat total 44 Emiten yang berkantor pusat di Jawa Barat dengan nilai kapitalisasi pasar mencapai Rp488,7 Triliun atau 6,9 persen dari total kapitalisasi pasar saham secara nasional.
Tri menyebutkan, kinerja perbankan tumbuh positif, tercermin dari pertumbuhan aset 6,64 persen, Dana Pihak Ketiga (DPK) 8,35 persen dan kredit 7,03 persen. Fungsi intermediasi perbankan mengalami moderasi namun masih tergolong cukup optimal, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi domestik yang tercermin dari likuiditas memadai pada level 92,06 persen dan rasio kredit bermasalah terjaga pada level 3,18 persen.