REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi Hukum Indonesia Haris Azhar menyatakan proses sidang Dede Luthfi Alfiandi (20) terpidana kasus dugaan melawan polisi tidak berjalan maksimal. "Kami memantau seluruh proses persidangan dan banyak prinsip-prinsip peradilan yang baik dan benar yang tidak dilaksanakan," jelas Haris di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (30/1).
Direktur Lokataru Foundation itu menjelaskan peradilan yang adil atau fair trial adalah sebuah prinsip yang indikator dari terbangunnya masyarakat dan sistem hukum yang adil. Haris menyatakan proses persidangan Luthfi terjebak dalam lingkaran penuntut hukum, hakim, dan kuasa hukum.
Akibatnya, hak Luthfi menjadi tidak maksimal. "Salah satunya oleh kuasa hukum yang tidak memanfaatkan peluang eksepsi dan tidak memberikan bukti dan saksi meringankan untuk Luthfi," jelas Haris.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis pidana selama empat bulan kurungan penjara terhadap Dede Luthfi Alfiandi (20). Hakim Ketua Bintang Al menyatakan kuasa hukum Luthfi dari LBH Kobar Indonesia tidak mengajukan saksi-saki meringankan, tetapi mengajukan dua saksi ahli.
Salah seorang kuasa hukum Luthfi, Sutra Dewi, menjelaskan tidak digunakannya saksi meringankan, karena tidak adanya orang yang ingin bersaksi untuk Luthfi. "Awalnya mereka mau menjadi saksi, seperti ada temannya dan mahasiswa. Kemudian dua hari sebelum bersaksi, mereka membatalkannya. Tidak ada alasan mereka tidak mau menjadi saksi," jelas Dewi.