REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh menyebut, pelanggaran syariat Islam mengalami penurunan dalam satu tahun terakhir sejak berlakunya Qanun Aceh No. 6/2014 tentang Hukum Jinayat.
"Pada 2018, ada 215 pelanggaran dan turun menjadi 191 kasus pelanggaran pada 2019," ucap Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman, Kamis (30/1).
Hal tersebut berdasarkan data dari Dinas Syariat Islam (DSI) Banda Aceh terkait penerapan hukum pidana Islam yang didahului dengan masa kurungan penjara selama beberapa bulan penerapannya. Aminullah menegaskan, DSI memiliki tugas yang besar dalam pelaksanaan syariat Islam dewasa ini, termasuk memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan hukum pidana bagi umat Muslim.
Pengembangan aqidah, akhlak, ibadah hingga muamalah masyarakat di ibu kota Provinsi Aceh juga merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh Dinas Syariat Islam setempat. "Dengan penurunan hukum jinayat tersebut, maka semakin meningkatnya ketakwaan dan keimanan warga kota sehingga berdampak pada jumlah kasus yang melakukan pelanggaran," ujar Aminullah.
Aminullah sehari sebelumnya telah meresmikan Gedung Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Banda Aceh di kompleks Kantor Dinas Syariat Islam setempat. Ia mengatakan, kehadiran gedung dua lantai itu mampu mewujudkan generasi Qurani, mendorong generasi muda terus mendalami kandungan Alquran, dan pendidikan agama Islam sehingga tidak terjerumus kepada perbuatan negatif.
Dia juga menyebut, keberadaan Gedung LPTQ akan menjadi tempat mengembangkan kemampuan para qari dan qariah Aceh sebagai persiapan menuju pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat provinsi. "Dari evaluasi MTQ tahun lalu, prestasi kita sedikit menurun. Ke depan tentunya kita harus berbenah, dan dari gedung ini kita persiapkan para qari/qariah kita untuk menjadi yang terbaik. Target kita tahun depan juara umum," ujar Aminullah yang didengarkan oleh Wakilnya Zainal Arifin, dan Kepala Dinas Syariat Islam Banda Aceh Tgk Alizar Usman.