REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Utara (Sulut) Kombes Pol Jules Abast mengatakan polisi sepakat perusakan mushala di Perumahan Griya Agape, Desa Tumaluntung, Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Sulut merupakan tindak pidana dan harus diproses secara hukum. Ia mengatakan akan ada penambahan tersangka kasus tersebut.
“Tidak menutup kemungkinan akan bertambah tersangka lain. Satu orang sudah kami amankan sebagai provokator dengan inisial Y," katanya saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Kamis (30/1).
Jules menambahkan, kejadian tersebut terjadi sekitar Rabu (29/1) pukul 18.30 Wita. Saat ini, ia hanya bisa mengklaim pengrusakan tersebut dilakukan oleh warga sekitar.
"Saat ini fokus kenapa mereka melakukan perusakan saja,” kata dia.
Dia mengatakan tersangka mengaku melakukan perusakan karena pembangunan mushala belum mendapatkan izin dari Pemda. Warga di sekitar situ 95 persen beragama Nasrani.
"Sehingga mereka menolak dan saat ini mushala tersebut kami tutup dahulu,” kata Jules.
Ia mengaku bangunan tersebut tadinya merupakan balai pertemuan warga dan dijadikan sebagai mushala. Namun, ia belum bisa memastikan lebih lanjut siapa yang membangun mushala tersebut. Ia akan menelusuri kasus tersebut dengan membentuk tim gabungan Polda Sulut dan Polres Minut.
Jules mengaku tidak mengetahui siapa yang membangun tempat balai warga tersebut menjadi mushala. Menurutnya, kasus ini merupakan pertengkaran antarwarga perumahan, bukan organisasi masyarakat (ormas). Ia mengimbau warga yang lain tidak terpengaruh.
Jules menjelaskan sudah melakukan pertemuan antarwarga, Bupati Minut, Pemprov Sulut, tokoh agama dan sebagainya. Hasil kesepakatan pertemuan tersebut adalah surat izin pendirian tempat ibadah akan diurus secara resmi yang berjenjang melengkapi persyaratan yang ada. Jika persyaratan sudah dilengkapi, Bupati Minut akan mengizinkan.
“Kesepakatan akan dilakukan perbaikan balai pertemuan tersebut yang dijadikan mushala. Mushala sementara ditutup sambil menunggu proses perizinan. Untuk umat Muslim saat ini beribadah di rumah masing-masing. Lalu, nanti akan diadakan pertemuan kembali untuk hasil akhirnya seperti apa,” kata dia.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono mengatakan memang ada perusakan di balai pertemuan yang sering digunakan untuk beribadah umat Islam. Namun, saat ini sudah dilakukan pertemuan untuk penyelesaian.
“Sudah dilakukan pertemuan untuk penyelesaian. Lalu, mereka juga sudah memperbaiki tempat pertemuan yang rusak dan akan membantu administrasi perizinan untuk mendirikan tempat ibadah,” kata Argo saat dihubungi Republika.co.id.
Dalam video yang beredar di dunia maya berdurasi satu menit 34 detik, massa menghancurkan bangunan mushala tersebut. Bahkan, ada yang naik ke atas atap bangunan tersebut. Warga yang ingin beribadah pun terlihat memungut kembali puing bangunan yang dihancurkan.
Terdapat spanduk berwarna putih di pagar mushala tersebut yang bertuliskan, sebagai berikut.
Kami Masyarakat Desa Tumaluntung Menolak Pendirian Mushola/Mesjid di wilayah kami dengan alasan:
1. Penduduk di sekitar lokasi mushala/masjid 95 persen non-Muslim
2. Kami tidak mau terganggu kenyamanan hidup kami akibat kebisingan toa
3. Kami tidak mau hidup kami terancam pidana penistaan agama karena protes/komplain terhadap bisingan toa.