Jumat 31 Jan 2020 17:55 WIB

Kementerian LHK: WWF Indonesia Rugikan Reputasi Sendiri

Pengakhiran kerja sama keduanya dituangkan dalam SK Menteri LHK Nomor 32/2020.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Andi Nur Aminah
logo wwf
Foto: twitter.com
logo wwf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyayangkan pernyataan Yayasan WWF Indonesia yang mengklaim bahwa pengakhiran kerja sama oleh KLHK merupakan tindakan sepihak dan merugikan reputasi WWF Indonesia. Sebagaimana diketahui, pengakhiran kerja sama keduanya dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri LHK Nomor 32 Tahun 2020 tertanggal 10 Januari 2020 tentang Akhir Kerja Sama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Yayasan WWF Indonesia.

"Apakah dibolehkan dan dibenarkan terhadap langkah WWF Indonesia yang membuat rencana kerja secara sepihak, lalu melakukan penggalangan dana dari luar dan dalam negeri tanpa ada laporan resmi ke KLHK? Juga, apakah dibolehkan dan dibenarkan atas tindakan WWF yang memperluas ruang lingkup perjanjian kerja sama 1998 secara sepihak?" kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem KLHK, Wiratno, dalam Siaran Pers, Jumat (31/1)

Baca Juga

Wiratno menegaskan, langkah WWF Indonesia tersebut sama sekali tidak dibolehkan dan tidak dibenarkan. Ia menyampaikan, praktik-praktik seperti itu telah dilakukan oleh WWF Indonesia selama bertahun-tahun. "Itu harus diakhiri," ucapnya.

Wiratno justru balik mempertanyakan tanggung jawab Dewan Pembina dan Badan Pengurus WWF Indonesia yang tidak menyadari bahwa organisasinya telah melakukan pelanggaran prinsip kerja sama, pelanggaran kerja lapangan, dan pelanggaran substansi selama bertahun-tahun. KLHK mempertanyakan etika organisasi WWF Indonesia yang selama ini memiliki kerja sama di bawah kewenangan pemerintah (KLHK), namun tak pernah menyampaikan laporan kemajuan kerja sama kepada KLHK.

“WWF Indonesia tidak menyampaikan laporan resmi kepada KLHK sebagai bagian dari implementasi perjanjian kerja sama. Apakah dibolehkan dan dibenarkan tindakan sepihak seperti itu? Ini jelas tidak bisa ditolerir karena merusak tata kelola kerja sama dengan institusi pemerintah,” tegasnya.

Wiratno juga menyinggung soal kasus kebakaran hutan dan lahan yang kembali terjadi di areal konsesi Restorasi Ekosistem perusahaan WWF Indonesia (PT ABT) di Jambi pada 2019 lalu.  “Ini merupakan kejadian karhutla berulang, karena pada tahun 2015, karhutla juga terjadi di areal konsesi WWF Indonesia tersebut,” jelasnya.

Mengacu pada fakta hukum dan lapangan soal karhutla di konsesi itu, Wiratno tegas membantah pernyataan WWF Indonesia yang mengklaim KLHK telah merugikan reputasi organisasi tersebut. "Justru WWF Indonesia yang merugikan reputasinya sendiri, dengan pendekatan kerja sama yang dilakukannya secara sepihak. Jangan menyalahkan KLHK, tapi ini merupakan tugas Dewan Pembina dan Badan Pengurus Yayasan WWF Indonesia untuk membenahinya secara internal,” ujarnya.

Selain itu, Wiratno pun mengingatkan agar WWF Indonesia segera fokus untuk memperbaiki reputasinya sendiri dengan mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya untuk melengkapi sarana dan prasarana pengendalian karhutla di konsesinya. “Itu salah satu prioritas mendesak WWF Indonesia untuk memenuhi kewajiban hukumnya dalam waktu 90 hari kerja sejak pertengahan Januari 2020, mengingat saat ini konsesi tersebut dalam status dikenakan sanksi oleh KLHK akibat Karhutla 2019,” ujarnya.

Selain itu, perusahaan WWF juga diwajibkan untuk melakukan pemulihan areal bekas terbakar di areal konsesinya. Jangan sampai, WWF Indonesia lalai dengan urusan itu karena posisinya sebagai pemegang saham mayoritas.

Terkait pernyaataan resmi WWF yang mempertimbangkan opsi hukum terhadap pengakhiran kerja sama oleh KLHK, Wiratno dengan lugas mempersilakan opsi tersebut untuk diambil. "Silakan saja jika berencana melakukan gugatan hukum. KLHK sangat siap dengan fakta hukum yang lebih dari cukup untuk membuktikan pelanggaran serius yang telah dilakukan oleh WWF selama bertahun-tahun dalam mengimplementasikan perjanjian kerja sama," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement