REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Prakarsa Lintas Agama untuk hutan tropis Indonesia atau Interfaith for Rainforest Initiative (IRI) akan mematangkan aksi perlindungan hutan. Langkah tersebut bakal disusun menyusul adanya pembentukan dewan penasihat IRI pada, Sabtu (1/2).
Ketua Kehormatan Presidium Inter Religion Council (IRC) Indonesia, Din Syamsuddin mengatakan, deklarasi IRI yang diselenggarakan pada, Jumat (31/1), merupakan komitmen nyata tokoh lintas-agama dan masyarakat adat terhadap perlindungan hutan. Deklarasi itu bakal dikuatkan dengan penyusunan program yang akurat dalam melindungi hutan-hutan di Indonesia agar berkelanjutan.
“Dalam dewan pengawas IRI itu nantinya ada semacam eksekutif yang mengusung program aksi,” kata Din kepada Republika, di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jumat (31/1).
Berdasarkan catatan IRI, hutan tropis di Indonesia memiliki luas sebesar 93,95 juta hektare yang menyediakan habitat penting bagi jutaan rakyat Indonesia. IRI berpendapat bahwa pemicu utama kerusakan dan hilangnya hutan di Indonesia disebabkan adanya sistem kebijakan dan pola pembangunan yang tidak berkelanjutan dan tidak berpihak pada masyarakat adat dan lokal.
Kebijakan dan praktik pembangunan yang tidak berkelanjutan secara sosial dan ekologis tersebut menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati. Selain itu terjadi pencemaran lingkungan, menurunnya kualitas hidup manusia, memperdalam jurang kemiskinan dan ketimpangan sosial-ekonomi, ketidakadilan, korupsi, hingga menciptakan berbagai konflik.
Baru-baru ini, pemerintah tengah menggencarkan Rancangan Undang-Undang (RUU) berskema omnibus law terhadap 74 undang-undang yang dinilai menghambat investasi. Namun begitu, RUU Omnibus Law sendiri kerap mendapat sorotan dan juga kontra di kalangan masyarakat dan juga para aktivis lingkungan.
Menurut Din, pihaknya belum membahas lebih detail apakah dan menjauh terkait langkah-langkah IRI terhadap skema omnibus law tersebut. Yang terpenting, kata dia, IRI telah berkomitmen untuk bersama-sama menggencarkan pemahaman kepada publik, pemerintah, dan pelaku usaha untuk lebih peduli terhadap lingkungan.
Perwakilan Green Faith Internasional Rev Fletcher Harper mengatakan, IRI yang terdiri dari tokoh lintas-agama dan budaya memiliki peran kuat untuk melindungi hutan. Adapun caranya yakni dengan aktif menyuarakan dan bergerak ke masyarakat adat dan agama.
Tokoh-tokoh tersebut dinilai memiliki kemampuan untuk berbicara dan menjalin hubungan dengan pemimpin negara, pelaku bisnis, hingga ke masyarakat itu sendiri. Dengan kemampuan tersebut, kata dia, hal serupa selalu sukses dijalankan di negara-negara lain dalam upaya perlindungan hutannya.
"Jika mau ada perubahan kebijakan terkait lingkungan, harus ada gerakan dari agama dan budaya. Kombinasi suara-suara yang besar ini antara perubahan kultur di lingkup masyarakat, akan memberikan tekanan yang penting bagi stakeholder menyusun kebijakan,” ungkapnya.