Sabtu 01 Feb 2020 10:28 WIB

Perusakan Mushala Langgar Hak Beragama

Menag menyebut perusakan tempat ibadah memiliki rasio sangat kecil.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia - Usman Hamid
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia - Usman Hamid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, perusakan bangunan tempat ibadah umat Islam di Minahasa Utara, Sulawesi Utara, adalah pelanggaran hak beragama dan berkeyakinan. Beribadah merupakan hak setiap warga negara dan dijamin konstitusi.

“Tindakan ini jelas merupakan pelanggaran terhadap hak beragama dan berkeyakinan, yang di dalamnya mencakup hak untuk melaksanakan ibadah,” kata Usman dalam keterangannya, Jumat (31/1).

Baca Juga

Menurut Usman, hak melaksanakan ibadah bagi setiap warga negara dijamin UUD 1945. Karena itu, negara berkewajiban untuk melindungi hak beribadah semua umat beragama di Indonesia di mana pun wilayahnya, termasuk mereka yang menganut agama minoritas di lingkungan itu.

“Memang harus kita akui, masalah utama pemeluk agama minoritas di daerah mana pun di Indonesia selama ini adalah pendirian tempat ibadah,” kata dia.

Usman mengatakan, pihak berwenang harus melindungi hak semua orang yang ingin beribadah, termasuk agama minoritas. Itu perlu dilakukan bukan hanya dalam kasus ini, tapi juga di kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama lain di Indonesia yang sampai kini belum tuntas.

Sebelumnya, beredar video perusakan Mushala al-Hidayah di Desa Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Video perusakan mushala yang tersebar di media sosial sejak Rabu (29/1) malam itu memancing kemarahan masyarakat.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Minahasa Utara Ustaz Baidlowi Ibnu Hajar menceritakan, awalnya sejumlah jamaah tabligh melakukan kegiatan di Mushala al-Hidayah pada Ahad (26/1). Mereka sudah mengantongi izin dari kepolisian, RW, dan RT setempat. Namun, RT setempat pada Selasa (28/1) mempertanyakan surat izin yang dibawa jamaah tersebut.

Jamaah tabligh dikatakan mendapat surat izin dari RT palsu. Setelah dilakukan diskusi, jamaah tabligh sepakat tidak melanjutkan kegiatan dan meninggalkan mushala. “(Jamaah tabligh) sudah pergi, tapi tidak tahu bagaimana ceritanya pada Rabu (28/1) malam terjadi perusakan rumah ibadah dengan alasan tidak ada izin (bangunan),” kata Baidlowi kepada Republika.

Berdasarkan informasi yang didapat Republika, ada sekitar 50 orang anggota organisasi kemasyarakatan di Desa Tumaluntung yang mendatangi Mushala al-Hidayah sekitar pukul 17.48 WITA. Ormas tersebut pun langsung merusak mushala. Akibatnya, dinding dan pagar Mushala al-Hidayah mengalami kerusakan.

Ada 133 Muslim yang menetap dan 30 Muslim mengontrak di Perum Agape Tumaluntung. Sementara itu, masjid terdekat berjarak sekitar 8 kilometer, sehingga mereka membutuhkan tempat ibadah di perum. Awalnya, perizinan pembangunan mushala itu sudah siap dan masyarakat setempat mendukung pendirian mushala.

Namun, tiba-tiba ada yang mencabut dukungan pendirian mushala. MUI menduga ada orang yang menghasut masyarakat hingga akhirnya terjadi perusakan mushala yang sudah berdiri sekitar dua tahun itu.

Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra menyesalkan perusakan mushala ini. Dia menilai, aksi perusakan oleh oknum masyarakat tersebut tidak bisa ditoleransi. Azyumardi meminta aparat keamanan menindak para pelaku aksi perusakan.

“Perusakan mushala itu sangat disesalkan dan tidak bisa ditoleransi. Polisi agar mengusut para pelakunya dan menindaknya sesuai ketentuan hukum,” ujar dia.

Meski begitu, Azyumardi mengimbau masyarakat lainnya agar menahan diri dan bereaksi pascaperusakan tersebut. Dia mengingatkan, tindakan balasan sama sekali tidak dibenarkan. Dia juga meminta peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan pemimpin agama di wilayah setempat untuk mencegah aksi lanjutan dari perusakan tersebut.

Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mengatakan, perusakan tempat ibadah yang terjadi memiliki rasio yang sangat kecil dibanding dengan jumlah tempat ibadah di Indonesia. “Sebetulnya kasus yang ada, kita bandingkan lah ya, rumah ibadah di Indonesia ada berapa juta? Kalau ada kasus satu (atau) dua itu kan sangat kecil," kata dia, Kamis (30/1).

Kendati demikian, Fachrul menyatakan telah mengambil sikap untuk menindaklanjuti kasus yang menyangkut perusakan tempat ibadah. Dia menyebut, kasus tersebut juga telah ditangani oleh pihak kepolisian setempat. Perusakan tempat ibadah, kata dia, merupakan aksi kriminal yang harus ditindak secara tegas.

Sejauh ini, pihak kepolisian Sulawesi Utara mengaku sudah mengamankan satu orang yang diduga sebagai provokator. Tersangka yang diamankan berinisial Y. Menurut Kepala Bidang Humas Polda Sulut Kombes Pol Jules Abast, alasan mereka merusak karena pembangunan mushala tersebut belum ada izin. n ronggo astungkoro/fauziah mursid/nugroho habibi, ed: mas alamil huda

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement