REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Inggris mencemaskan aneksasi atau pencaplokan sebagian wilayah Tepi Barat yang diduduki oleh Israel. Tel Aviv memperoleh lampu hijau untuk melakukan hal itu menyusul diumumkannya rencana perdamian Timur Tengah yang digagas Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
"Inggris Raya prihatin dengan laporan kemungkinan langkah menuju aneksasi bagian Tepi Barat oleh Israel. Setiap langkah sepihak seperti itu akan merusak upaya baru untuk memulai kembali perundingan perdamaian serta bertentangan dengan hukum internasional," kata Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab pada Jumat (31/1), dikutip laman Anadolu Agency.
Menurut dia, pelibatan perwakilan Israel dan Palestina diperlukan untuk memperoleh solusi perdamaian. "Setiap perubahan pada status quo tidak dapat dimajukan tanpa kesepakatan dinegosiasikan oleh para pihak sendiri," ujar Raab.
Trump mengumumkan rencana perdamaian Timur Tengah-nya pada Selasa (28/1). Dalam rencananya, Trump tetap menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tak terbagi. Dia pun mengakui pendudukan Israel atas sebagian wilayah Tepi Barat serta Lembah Yordan.
Menurut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, AS telah menetapkan persyaratan tertentu pada warga Palestina untuk memulai negosiasi. Termasuk mengakui Israel sebagai negara Yahudi dan kedaulatannya atas Yerusalem. Washington pun menuntut Palestina agar melucuti Jalur Gaza.
Palestina diminta berhenti mengajukan pengaduan kepada Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Palestina pun tak diperkenankan menjadi anggota organisasi internasional tanpa persetujuan Israel.
Menurut Netanyahu, tanpa memenuhi persyaratan-persyaratan tadi, tidak akan ada perubahan di Area C, Tepi Barat. "Pada saat yang sama, Israel akan menerapkan hukumnya ke Lembah Yordan, untuk semua komunitas Yahudi di Yudea dan Samaria (Tepi Barat), dan ke daerah-daerah lain yang ditunjuk oleh rencana itu sebagai bagian dari Israel dan yang telah disetujui AS untuk diakui sebagai bagian dari Israel," ujarnya.
Dia berjanji Israel tidak akan membangun permukiman baru atau memperluas kegiatan konstruksi di Area C selama empat tahun mendatang. Di bawah Kesepakatan Oslo 1995, Tepi Barat yang diduduki memang dipecah menjadi tiga yakni Area A, B, dan C. Area A adalah wilayah yang sepenuhnya berada di bawah kekuasaan Palestina.
Kemudian Area B merupakan wilayah yang dikendalikan Otoritas Palestina, namun sektor keamanannya dikontrol Israel. Sedangkan Area C adalah wilayah yang sepenuhnya dikuasai Israel.
Namun pembagian wilayah itu dianggap tak adil. Area C merupakan wilayah pertanian dan sumber air utama Tepi Barat. Karena berada di bawah kekuasaan Israel, warga Palestina memiliki keterbatasan akses terhadap area tersebut.
Saat ini Area C dihuni sekitar 300 ribu warga Palestina. Sebagian besar di antaranya adalah masyarakat Badui dan penggembala yang tinggal di karavan, tenda, bahkan gua.