REPUBLIKA.CO.ID, Islam selalu adil dalam menetapkan hukumnya, begitupun dengan hak kewajiban yang harus dilakukan seorang suami dan istri.
Allah SWT telah mengatur kedudukan seseorang sesuai dengan syariatnya. Seperti penjelasan dalam kitab Uquudu Lujain fi Bayaani Huquuzzaujaini, karya Syekh an-Nawawi al-Bantani.
Hendaknya suami memberi pengertian kepada istrinya bahwa sesungguhnya keberadaan istrinya tidak lebih bagaikan hamba sahaya (budak) di mata tuannya atau bagaikan tawanan yang tidak berdaya. Istri tidak berhak mempergunakan harta-harta suaminya kecuali memperoleh izinnya.
Bahkan menurut pendapat mayoritas ulama, seorang istri tidak boleh mempergunakan hartanya juga sekalipun harta itu mutlak miliknya sendiri, kecuali telah mendapat restu suami. Sebab kedudukan Istiri itu seperti orang yang menanggung hutang banyak yang harus membatasi penggunaan hartanya.
Selain itu, kewajiban bagi kaum istri agar memiliki sikap pemalu terhadap suaminya sepanjang waktu, tidak banyak membantah perkataan suami, merendahkan pandangannya di hadapan suami serta menaati perintah-perintahnya dan siap mendengarkan kata-kata yang diucapkan suaminya.
Tak hanya itu, istri juga perlumenyongsong kedatangan suami dan mengantarkannya ketika hendak keluar rumah, menampakkan rasa cinta dan bergembira di hadapannya, menyerahkan dirinya secara penuh di sisi suaminya ketika di tempat tidur.
Termasuk perkara penting yang perlu mendapat perhatian kaum istri ialah hendaknya memperhatikan kebersihan mulutnya, baik dengan cara digosok dalam berbagai waktu, menggunakan misik atau wewangian lain, membersihkan pakaian, selalu bersolek di hadapan suami dan sebaliknya, yaitu tidak berhias jika suami sedang pergi.
Al-Ashmu’i menceritakan pengalamannya ketika berjalan-jalan di suatu dusun. “Suatu hari aku melihat seorang wanita di suatu desa. berpakaian merah menyala, semua semua kukunya dikenakan pacar dan tangannya menggenggam tasbih.”
Al-Ashmu’i bergumam : “Alangkah indahnya wanita itu, hampir tidak ada ke keindahan yang melebihinya. Setelah mengetahui sapaanku, dia bersair : Demi Allah sesungguhnya aku mempunyai seorang kawan yang akrab yang tidak dapat kutinggalkan sewaktu-waktu aku bercengkerama bersama dirimu.”
Al-Ashmu’i melanjutkan, “Sekarang aku tahu bahwa, wanita itu ternyata seorang istri yang salehah. Dia mempunyai suami dimana dia selalu berhias untuk menyenangkan dirinya.”
Selanjutnya, seorang istri hendaknya menjauhkan diri dari sikap berkhianat terhadap suami. Baik berkhianat ketika ditinggal suami, saat di tempat tidur atau berkhianat pada hartanya.
“Tidak dihalalkan bagi seorang istri memberikan makanan dari rumah suaminya kecuali mendapat izinnya. Kecuali berupa makanan basah (yang kadar airnya tinggi) yang dikhawatirkan busuk. Kalau seorang istri memberi makanan tanpa memperoleh izin suaminya, maka suaminya yang mendapat pahala dan ia sendiri mendapat dosa.” (al-hadits).
Seorang istri juga harus menghormati keluarga suaminya, kerabat-kerabatnya kendati hanya dengan ucapan. Hendaknya istri pun dapat menempatkan dirinya dalam memandang perkara yang sedikit yang dimiliki suami sebagai perkara yang banyak.