REPUBLIKA.CO.ID, DUSHANBE -- Pihak keamanan di Tajikistan awal pekan ini menahan jurnalis lokal bernama Daler Sharipov. Namun, mereka enggan mengomentari kasus atau alasan apa yang menyebakan wartawan itu ditahan.
Kerabat Sharipov mengatakan kepada situs berita Eurasianet, seperti dilansir, Jumat (31/1), jurnalis itu dipanggil ke kantor Komite Negara untuk Keamanan Nasional (GKNB) pada 28 Januari 2020 pukul 23.00 waktu setempat. Sejak itu, ia belum pernah terlihat lagi.
Pihak keamanan kemudian menggeledah rumah Sharipov dan menyita buku-buku berbahasa Arab. Mereka juga menyita naskah buku tidak lengkap yang saat ini tengah ditulis oleh sang wartawan.
Pusat Independen untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia yang berbasis di Dushanbe mengatakan memberikan perwakilan hukum untuk Sharipov. Pengacara untuk sang jurnalis, Abdurahmon Sharipov, mengatakan ia berkomunikasi dengan dinas keamanan dan memiliki wewenang bertindak bagi wartawan tersebut.
Namun, ia tidak diberi akses ke kliennya itu. Hal ini dinilainya sebagai pelanggaran terhadap hukum Tajik.
Sementara itu, teman-teman Sharipov mengatakan ia telah dijenguk oleh ayahnya dan tampak dalam kondisi sehat. Dilaporkan, pada 29 Januari 2020 malam, Sharipov dipindahkan dari Cabang GKNB di distrik Shohmansur di Dushanbe ke markas besar nasional.
Sharipov telah bekerja sebagai jurnalis selama dekade terakhir. Baru-baru ini, ia telah bekerja untuk surat kabar independen Ozodagon. Setelah bertahun-tahun diintimidasi, surat kabar itu dilaporkan terpaksa tutup pada 2019. Sebagian besar staf di surat kabar itu, termasuk pendirinya Zafar Sufi, mencari suaka di Eropa.
Setelah Ozodagon gulung tikar, Sharipov tetap di Dushanbe dan terus bekerja sebagai freelance. Ia menulis tentang kampanye pemerintah untuk menekan perempuan agar tidak mengenakan jilbab dan pelanggaran hak lainnya.
Namun, tidak jelas apakah Sharipov terperangkap dalam penyisiran yang lebih luas yang tengah berlangsung yang dilakukan terhadap komunitas Muslim yang taat di seluruh Tajikistan. Jaksa Agung Yusuf Rahmon mengatakan kepada wartawan pada 28 Januari lalu, 113 orang telah ditahan sejak awal tahun karena dicurigai sebagai pengikut gerakan Ikhwanul Muslimin, yang dilarang sejak 2006 di negara itu.
Gerakan yang muncul di Mesir pada 1920-an itu disebut-sebut memiliki pengikut di Tajikistan. Namun, skala kehadirannya juga tidak jelas diketahui.