REPUBLIKA.CO.ID, SAINT PAUL -- Seorang pendeta dari Keuskupan Agung Saint Paul and Minneapolis di negara bagian Minnesota, Amerika Serikat (AS) meminta maaf atas khotbah setelah Misa (homili) yang menggambarkan Islam sebagai ancaman terbesar di dunia bagi AS dan umat Kristen. Pendeta Gereja Konsepsi Tak Bernoda di Lonsdale, Pastor Nick VanDenBroeke, menyampaikan permintaan maafnya dalam sebuah pernyataan yang diunggah di situs Keuskupan Agung Santo Paulus dan Minneapolis.
"Homili saya tentang imigrasi berisi kata-kata yang menyakitkan bagi umat Islam. Saya minta maaf untuk ini. Saya menyadari sekarang komentar saya tidak sepenuhnya mencerminkan ajaran Gereja Katolik tentang Islam," kata VanDenBroeke, dilansir di Catholic Herald, Jumat (31/1).
VanDenBroeke menyampaikan khotbah itu pada 5 Januari lalu, saat ia ditunjuk oleh para uskup Katolik Minnesota untuk khotbah tentang imigrasi. Menurut surat kabar lokal City Pages, VanDenBroeke mengatakan dalam homilinya tidak seperti masalah-masalah seperti aborsi dan pernikahan sesama jenis, ajaran Gereja tentang imigrasi bukanlah soal hitam dan putih.
Dia mencatat negara memiliki hak melindungi ide dan cita-cita mereka serta kewajiban menyambut orang asing. Namun, dia mengatakan sebagai orang Amerika dan orang Kristen, mereka tidak perlu berpura-pura bahwa setiap orang yang ingin memasuki Amerika harus diperlakukan sama.
"Saya percaya penting untuk mempertimbangkan agama dan pandangan dunia para imigran atau pengungsi. Lebih khusus lagi, kita seharusnya tidak mengizinkan sejumlah besar suaka atau imigrasi Muslim ke negara kita," kata VanDenBroeke dalam homilinya.
Ia menambahkan, Islam adalah ancaman terbesar di dunia bagi Kekristenan dan AS. Menurutnya, gereja harus bekerja menjaga dari ide-ide buruk di luar negeri.
"Saya tidak mengatakan kita membenci Muslim. Mereka adalah orang-orang yang diciptakan karena cinta oleh Tuhan, sama seperti kita masing-masing. Tetapi sementara kita tentu tidak membenci mereka sebagai manusia, kita harus menentang agama dan pandangan dunia mereka," ujarnya dalam homilinya.
Minnesota Star Tribune melaporkan VanDenBroeke telah memberikan homili politik di masa lalu. Menurut City Pages, homili 5 Januari itu kemudian menimbulkan kegemparan di komunitas lokal. Minnesota Council of American-Islamic Relations (CAIR-Minnesota) mengeluarkan pernyataan yang menyerukan para pemimpin Katolik mengutuk homili itu.
"Kami mendesak para pemimpin Gereja Katolik di Minnesota menolak pernyataan yang penuh kebencian dan tidak-Kristen ini sebagai tidak mewakili iman yang mereka pegang," kata Direktur Eksekutif CAIR-Minnesota, Jaylani Hussein.
Uskup Agung Bernard Hebda juga mengeluarkan pernyataan tentang homili itu. Ia mengatakan telah membahas masalah itu dengan VanDenBroeke. Ia lantas menyatakan kesedihan atas kata-katanya dan keterbukaan untuk melihat lebih jelas posisi Gereja dalam hubungan mereka dengan Islam.
"Ajaran Gereja Katolik jelas, seperti yang dicatat oleh Paus Benediktus XVI sesuai dengan ajaran-ajaran Konsili Vatikan II, Gereja Katolik tampaknya menghargai orang-orang Muslim, yang menyembah Tuhan di atas segalanya dengan shalat, bersedekah dan puasa, menghormati Yesus sebagai seorang nabi sementara tidak mengakui keilahian-Nya, dan memuliakan Maryam. Itu terus menjadi ajaran kita hari ini," kata Hebda.
Ia juga mengatakan, Paus Fransiskus telah menggemakan Paus Benediktus, yang menyatakan pentingnya untuk mengintensifkan dialog antara umat Katolik dan Islam. Dia menekankan pentingnya dialog dan kerja sama di antara umat beragama, khususnya umat Kristen dan Muslim, dan perlunya hal itu ditingkatkan.
Selain itu, kata dia, Paus juga telah menyerukan kepada umat Kristen dan Muslim untuk menjadi pendukung sejati rasa saling menghormati dan persahabatan, khususnya melalui pendidikan. Dalam pernyataannya, Hebda juga menyampaikan rasa terima kasih atas banyak contoh persahabatan yang telah dilakukan oleh komunitas Muslim di wilayah mereka.
"Kami berkomitmen memperkuat hubungan antara kedua komunitas ini," katanya.