REPUBLIKA.CO.ID, MADIUN -- Umat Islam sepatutnya menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai teladan dalam segenap kehidupan. Terlebih, dalam hal kepemimpinan.
Hal itu ditegaskan Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat Hidayatullah, Ustaz Dr Nashirul Haq Lc, MA, ketika mengisi materi di acara Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Hidayatullah Jawa Timur, Rabu (29/1).
"Sosok visioner menjadi salah satu ciri kepemimpinan Nabi," kata Nashirul Haq dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Rakerwil yang diselenggarakan di kampus Hidayatullah Madiun ini, diikuti oleh pengurus DPW dan DPD Hidayatullah seluruh Jawa Timur.
Selain Ustaz Nashirul Haq, dari jajaran Pengurus Pusat Hidayatullah, juga hadir Ustaz Syamsuddin, bidang keorganisasian, yang berfungsi sebagai pendamping.
Ustaz Nashirul menambahkan, seorang pemimpin haruslah memiliki visi besar. “Dan itulah yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad SAW,” ujarnya.
Hal itu bisa dilihat pada peristiwa Perang Khandak. Saat itu, kaum Muslimin tengah berjibaku menyiapkan diri dengan menggali parit untuk menghadapi kaum Quraisy dan sekutunya.
Namun, pada waktu yang sama, Nabi Muhammad SAW menyuntikkan semangat, dengan mengatakan kepada para sahabat, bahwa Yaman, Persia, dan Romawi, yang notabene menjadi simbol kejayaan peradaban saat itu, akan jatuh di tangan kaum Muslimin.
"Hal ini menjadi motivasi tersendiri bagi sahabat, untuk terus berjuang mewujudkan apa yang telah disabdakan Rasulullah SAW," tegas alumni Madinah ini.
Lebih lanjut sosok murah senyum ini mengingatkan para peserta Rakerwil, pemimpin yang yang tidak memiliki visi ibarat seseorang berjalan di tengah kegelapan. “Adapun visi yang tidak dilanjutkan dengan tindakan atau aksi nyata, itu tak ubahnya orang yang tengah bermimpi di siang bolong,” tegasnya.
Karakter lainnya, pemimpin haruslah memiliki keteguhan hati. “Tidak rapuh. Apalagi sampai mudah terpengaruh,” ujarnya.
Ustaz Nashirul menyontohkan, bagaimana tegarnya hati Nabi, ketika menghadapi imingan-imingan kaum Quraisy untuk meninggalkan dakwah, dengan mempengaruhi paman beliau, Abu Tbalib.
"Dengan tegas Nabi menolak. Meski rayuan itu datang dari paman yang sangat dihormatinya. Bahkan Nabi lebih memilih untuk mati daripada menyerahkan diri. Pilihannya hanya dua: hidup mulia, atau mati sebagai syahid," gugahnya.
Sikap inilah (keteguhan hati), imbuh mantan ketua STIS, Balikpapan ini, yang akan memberikan energi kekuatan bagi para pengikut, untuk menapaki jejak atasannya.
"Jadi modal keteguhan hati inilah yang akhirnya menjadikan risalah Islam terus menyebar, hingga akhirnya sampai pada kita, pada hari ini" katanya.
Suasana Rakerwil Hidayatullah Jawa Timur.
Selain itu, Nashirul menambahkan, pemimpin juga dituntut untuk mampu bersikap adil, memiliki keterampilan komunikasi yang baik, konsekuen dan konsisiten dengan keputusan yang diambil.
"Aib besar bagi para pemimpin yang suka menyelisihi kesepakatan yang telah dibuat. Ia akan kehilangan wibawa," tegasnya.
Karakter yang tak kalah penting, imbuhnya, pemimpin itu harus bermusyawarah dalam mengambil kebijakan. “Islam tidak mengenal kepemimpinan diktator. Dan Rasulullah SAW pun tidak pernah menyontohkan demikian. Padahal beliau merupakan pribadi yang ma'sum," gugah Nashirul.
Untuk itu, himbaunya, seorang pemimpin haruslah menyingkirkan kepentingan pribadi dan rasa gengsi. Karena dua hal inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya pemimpin diktator.